Palu (ANTARA News) - Delapan dari 11 warga Filipina yang selamat dan kini diamankan sementara di Rumah Detensi Imigrasi Palu, Sulawesi Tengah, murni terdampar karena kapal cepat (speed boat) mereka kehabisan bahan bakar.

"Mereka sudah selasai menjalani pemeriksaan dan mereka murni karena terdampar," kata Kepala Rumah Detensi Imigrasi Palu Jusuf Saddu, Rabu.

Ia mengatakan, dalam pemeriksaan yang dilakukan petugas Imigrasi, tidak ditemukan adanya pelanggaran UU keimigrasian atau tindakan kriminal lainnya.

"Mereka semua memang tidak memiliki identitas diri, termasuk dokumen keiimigrasian," ujarnya.

Selanjutnya, kedelapan warga Filipina itu akan diserahkan kepada Kantor Imigrasi di Manado (Sulut) untuk proses deportasi ke negara asal mereka.

Namun sebelum mereka dideportasi, Imigrasi Manado akan melakukan koordinasi dengan Konjen Filipina di daerah itu untuk memastikan kewarganegaraan mereka.

"Ya kalau Konjen mengakui bahwa mereka benar adalah warga Filipina, maka proses deportasi sudah dapat dilakukan," kata dia.

Sater, nakhoda speed boat yang terdampar di Tolitoli itu meminta kepada petugas Imigrasi Palu untuk mendatangkan kapal mereka yang kini masih berada di Ogotua, Kecamatan Dampal Selatan, Kabupaten Tolitoli ke Palu, ibu kota Provinsi Sulteng.

"Mereka minta kapal itu dibawa ke Palu. Namun permintaan mereka belum disetujui," ujarnya.

Kedelapan warga Filipina yang terdampar dan selamat itu ditemukan pertama kali oleh sejumlah nelayan yang sedang menangkap ikan di perairan Tolitoli.

Saat mereka ditemukan nelayan, kondisinya sangat memprihatinkan, dan tiga diantara 11 korban sudah meninggal, dan langsung dimakamkan di Ogotua.

Berdasarkan keterangan para korban, mereka terdampar karena kapal yang mereka tumpangi kehilangan arah dan kehabisan BBM. Kapal yang mengangkut 11 penumpang asal Filipina itu berangkat dari Lahar Datu, Malaysia menuju pulau Tave-Tave, Filipina pada tanggal 27 Oktober 2009.

Namun dalam perjalanan menuju pulau Tave-Tave, kompas kapal rusak sehingga kehilangan arah dan kehabisan BBM.

Selama terkatungkatung di laut, mereka terpaksa makan sabun, rumput laut dan minum air asin untuk bisa bertahan hidup. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009