Jakarta (ANTARA) - Satu di antara sekian banyak hikmah yang saya peroleh dari pagebluk virus Corona adalah memperoleh banyak waktu untuk merenung. Satu di antara sekian banyak bahan renungan adalah kenyataan bahwa ternyata begitu banyak manusia melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
Pelanggaran HAM
Pelanggaran HAM setara buruk dengan pelanggaran hukum, pelanggaran etika, pelanggaran moral, pelanggaran susila dan pelanggaran lain-lainnya.
Bahwa manusia gemar melakukan pelanggaran cukup sulit direnungi apalagi dengan daya renung dangkal yang kebetulan memang saya miliki. Namun, lambat laun saya (merasa) berhasil menarik beberapa kesimpulan dari renungan tentang manusia melakukan pelanggaran HAM.
Satu di antaranya adalah masalah ketidaksadaran dan/atau ketidakmausadaran manusia bahwa apa yang disebut hak pada hakikatnya merupakan unsur peradaban yang tidak mandiri namun masih perlu dilengkapi dengan yang tidak kalah penting (untuk tidak mengatakan lebih penting), yaitu apa yang disebut sebagai kewajiban.
PBB
PBB sudah mendeklarasikan agenda Pembangunan Berkelanjutan yang telah disepakati para negara anggota PBB termasuk Indonesia sebagai upaya perlindungan terhadap hak asasi alam dan manusia agar tidak dikorbankan atas nama pembangunan.
Pada hakikatnya Pembangunan Berkelanjutan merupakan pedoman kewajiban bagi umat manusia terutama yang (merasa) berhak menentukan kebijakan pembangunan untuk tidak melakukan pembangunan secara membabibutatuli sehingga tega melanggar hak asasi alam dan hak asasi manusia.
Tampaknya PBB memang menyadari adanya ketidak-seimbangan antara hak dengan kewajiban maka memaklumatkan agenda Pembangunan Berkelanjutan demi berupaya menyeimbangkan hak asasi dengan kewajiban asasi pada kesadaran lubuk sanubari setiap insan manusia yang lazimnya lebih sadar hak asasi ketimbang kewajiban asasi.
Sedikit banyak PBB ikut berdosa atas ketidak-seimbangan kesadaran umat manusia atas hak asasi dan kewajiban asasi. Terbukti sampai saat naskah sederhana ini saya tulis, PBB sudah mendirikan komisi perlindungan hak asasi manusia namun belum mendirikan komisi pewujudan kewajiban asasi manusia.
Berarti PBB belum sadar bahwa perlindungan HAM sebagai akronim Hak Asasi Manusia mutlak perlu didampingi pewujudan KAM sebagai akronim Kewajiban Asasi Manusia. HAM rawan dilanggar apabila para pelanggar tidak sadar KAM.
Penggusuran
Semua sepakat bahwa penggusuran merupakan pelanggaran HAM. Komnas HAM setuju demikian pula komite HAM PBB mau pun sebagian (tidak semua) penegak hukum.
Beberapa polisi dan tentara yang ditugaskan mengawal penggusuran di Kalijodo, Pasar Akuarium, Bukti Duri, secara pribadi mengaku ke saya bahwa sebenarnya mereka sedih atas penggusuran namun apa mau dikata mereka memang wajib menunaikan tugas yang ditugaskan oleh penggusur.
Pihak penggusur juga sibuk mencari istilah pengganti penggusuran semisal relokasi, pemindahan permukiman, mencegah banjir bahkan membasmi kriminalitas dan beranekaragam eufemisme lain-lainnya agar lebih leluasa melakukan penggusuran tanpa resiko dicap sebagai pelanggar HAM. Hitler juga menggunakan kosmetik untuk pembantaian kaum Yahudi dengan menggunakan istilah yang lebih keren yaitu menjaga kemurnian ras Arya .
Namun dengan istilah apa pun, penggusuran tetap merupakan pelanggaran HAM. Cilakanya, pihak penggusur yakin bahwa penggusuran bukan merupakan pelanggaran HAM maka merasa berhak asasi melakukan penggusuran selama yang digusur bukan dirinya sendiri.
Maka dengan keyakinan didukung atas nama pembangunan infrastruktur para penggusur merasa yakin seyakin-yakinnya yakin bahwa menggusur justru merupakan HAM dirinya sendiri untuk melakukan penggusuran terhadap sesama manusia apalagi jika yang digusur adalah para manusia yang tidak berdaya melawan penggusuran.
Di situ terletak dosa PBB yang telah mendirikan komisi HAM namun lalai mendirikan komisi KAM. Sehingga para penggusur tidak sadar bahwa di samping HAM masih ada KAM untuk tidak menggusur sebagai pelanggaran HAM akibat tidak sadar KAM .
Ojo dumeh dan jihad al nafs
Namun sebenarnya tidak perlu menyalahkan PBB sebab tanpa PBB sebenarnya manusia mampu kalau mau menyadari bahwa bahwa manusia yang adil dan beradab bukan hanya memiliki hak asasi namun juga kewajiban asasi.
Dengan berpedoman Ojo Dumeh dan Jihad Al Nafs sebagai ikhtiar menaklukkan diri sendiri, manusia pasti mampu melakukan pembangunan tanpa mengorbankan alam dan manusia selaras Pembangunan Berkelanjutan yang telah resmi didukung oleh para negara termasuk Indonesia yang tergabung di dalam PBB.
Kalau mau pasti para penggusur mampu menunaikan tugas pembangunan demi kesejahteraan rakyat tanpa harus melanggar hak asasi manusia sebab para rakyat tergusur adalah juga manusia maka berhak asasi untuk tidak digusur. Kalau mau pasti para penggusur mampu menghayati Kewajiban Asasi Manusia yaitu kewajiban asasi untuk menghormati dan menghargai Hak Asasi Manusia yang dimiliki orang lain.
Selama masih ada manusia dumeh alias takabur merasa diri memiliki hak asasi manusia tanpa peduli kewajiban asasi manusia maka pelanggaran hak asasi manusia akan lestari dilakukan oleh manusia terhadap sesama manusia sampai akhir jaman. Sebijak-Bijak Manusia adalah Yang Lebih Mengutamakan Kewajiban ketimbang Hak.
*) Jaya Suprana, pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan
Copyright © ANTARA 2020