Makassar (ANTARA News) - Sekitar 40 aktivis perempuan dari jaringan masyarakat miskin kota di Indonesia, Filipina, Thailand dan Korea menggalang kebersamaan untuk memerangi penggusuran.
"Tujuan workshop ini untuk mendorong kaum perempuan agar menggalang kebersamaan memerangi penggusuran dan memperjuangkan hak-hak atas dasar dan tempat tinggal yang layak," kata Sekretaris Eksekutif Sekretariat Leaders and Organizers of Community Ogranization in Asia (LOCOA) Maria Fides F Bagasao di Makassar, Selasa malam.
Pada workshop internasional yang mengusung tema "Peran Perempuan Akar Rumput dalam Memperjuangkan Anti Penggusuran" itu, dia mengatakan, apabila terjadi peristiwa penggusuran di suatu wilayah, perempuanlah yang paling banyak menderita.
"Perempuan yang hanya dikenal dan dianggap sebagai pengasuh anak, menjaga rumah dan mengatur rumah tangga, pada saat terjadi penggusuran tentu merekalah yang paling banyak merasakan akibatnya," katanya.
Padahal, lanjutnya, untuk menjaga dan membesarkan anak itu perempuan butuh rumah yang layak, pada saat ada anggota keluarga yang sakit tentu butuh berlindung di rumah yang nyaman dan aman.
Berkaitan dengan hal tersebut, LOCOA menggandeng Huariou Comission, Konsorsium Kemiskinan Perkotaan (UPC) dan Komite Perjuangan Rakyat Miskin (KPRM) menyelenggarakan workshop untuk mendorong peran aktif perempuan untuk berjuang mengeliminasi penggusuran dan berupaya mendapatkan tempat tinggal yang layak.
Sementara itu, Koordinator UPC Wardah Hafidz disela-sela pembukaan workshop mengatakan, saat terjadi pengusuran perempuan kurang diberi peran. Sehingga yang mendominasi ke DPRD dalam memperjuangkan hak tempat tinggal yang layak itu lebih dikenal kaum laki-laki.
Menurut Wardah, peranan perempuan sangatlah penting, karena dapat menjadi "penjaga rumah" dan penjaga lingkungan yang baik, seperti yang dilakukan oleh Komunitas Strengthen Penjaga Kali Surabaya.
"Selama bertahun-tahun mereka mencoba meyakinkan pemerintah setempat agar tidak digusur dari lokasi tinggalnya di dekat bantaran sungai, salah satu caranya adalah menjaga kelestarian alam," ujarnya.
Akhirnya pada 2009, pemerintah setempat mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) untuk melindungi komunitas itu dan tidak berupaya menggusurnya lagi.
Sementara itu, workshop yang berlangsung 10 -14 November 2009 selain dihadiri peserta dari luar negeri, juga dihadiri peserta dalam negeri diantaranya perwakilan aktivis dari Indonesia diantaranya berasal dari Jakarta, Tasikmalaya, Jogjakarta, Surabaya, Medan, Palembang, Lampung, Pontianak, Pare-pare, Kendari, dan Palu.
Untuk melihat langsung contoh komunitas masayarakat korban penggusuran maupun yang terancam tergusur, para aktivis itu akan menggunjungi dua lokasi di Kota Makassar yakni Bonto Duri, Kelurahan Parang Tambung dan Kampung Pisang, Kelurahan Maccini Sombala. Komunitas di dua lokasi itu, kini bersengketa lahan dengan pengusaha.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009