Muara Teweh (ANTARA News)-Pemerintah Kabupaten Barito Utara (Barut) Kalimantan Tengah tahun 2010 akan mengusulkan seorang pejuang perang Barito bernama Panglima Batur asal daerah setempat menjadi pahlawan nasional.
"Tahun depan pejuang rakyat pedalaman Sungai Barito itu kami usulkan menjadi pahlawan nasional," kata Bupati Barito Utara, Achmad Yuliansyah di Muara Teweh, Selasa.
Menurut Yuliansyah, usulan menjadi pahlawan nasional kepada pemerintah pusat terhadap pejuang perang Barito yang terjadi tahun 1865 - 1905 silam itu sebagai bentuk penghormatan kepada pejuang, apalagi Panglima Batur kelahiran Kabupaten Barito Utara.
Panglima Batur kelahiran tahun 1852 silam di desa Buntok Baru Kecamatan Teweh Tengah,Barito Utara meninggal di usia 53 atau pada tanggal 5 Oktober 1905 dan dimakamkan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
"Sebagai bahan pendukung rencana pengusulan itu, paling lambat akhir November nanti kami akan menggelar seminar tentang perjuangan Panglima Batur di Muara Teweh," katanya.
Yuliansyah menjelaskan, seminar dengan mengundang sejumlah tokoh dan keturunan pejuangan itu digelar setelah peresmian monumen Panglima Batur setinggi empat meter terbuat dari tembaga (perunggu) dengan berat 800 kilogram pada pertengahan November ini direncanakan oleh Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso.
Monumen yang sudah berdiri itu, kata dia, dibuat secara khusus oleh pematung I Nyoman Alim Mustapha dari Dusun Batikan Pabelan, Mungkid, Magelang, Jawa Tengah di taman Seribu Riam yang terletak di depan rumah dinas bupati setempat di Muara Teweh.
"Jadi monumen sudah berdiri di lokasi tersebut, tinggal diresmikan," kata dia.
Ia mengatakan Pemerintah di kabupaten pedalaman Kalteng itu juga telah menyusun buku sejarah tentang perjuangan Panglima Batur bersama rakyat Barito lainnya melawan Belanda.
"Data pendukung juga sebagian dihimpun langsung dari ahli waris beliau, saat ini ada yang masih hidup," katanya.
Dalam buku itu diceritakan sejarah tentang terbunuhnya Panglima Batur dengan cara diduga digantung oleh Belanda tahun 1905 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Seorang tentara Belanda yang menghukum gantung pejuang rakyat pedalaman Barito ini juga merupakan pelaku yang mengeksekusi pejuang rakyat Aceh yang juga pahlawan Nasional bernama Teuku Umar.
Pejuang di Daerah Aliran Sungai Barito itu merupakan tangan kanan pejuang lainnya yaitu Sultan Muhammad Seman (anak Pangeran Antasari-Pahlawan Nasional Kalimantan Selatan) ini bersama pasukannya hanya dilengkapi alat sederhana melawan Belanda yang menggunakan persenjataan lengkap.
Kawasan yang menjadi tempat pertempuran itu berada di sekitar Desa Buntok Baru, Butong, Lete, Mantehep (dekat Muara Teweh) bahkan sampai ke wilayah Manawing dan Beras Kuning wilayah hulu Barito.
Pejuangan Barito dari rakyat biasa ini ditangkap Belanda di Muara Teweh pada 24 Agustus 1905 dan dibawa ke Banjarmasin kemudian dihukum gantung dengan tuduhan makar, namun saat mau dieksekusi ditiang gantung salah satu alatnya tidak berfungsi dan saat itu rencana hukum gantung ditunda.
Setelah tertunda sepekan, pejuang yang dicari-cari Belanda dengan hadiah 1.000 gulden apabila tertangkap itu kembali akan dihukum gantung, namun saat itu Belanda terkejut karena Panglima Batur sudah meninggal dunia.
Jasad pejuang itu tetap dibawa ke tiang gantungan untuk diperlihatkan kepada masyarakat bahwa Panglima Batur benar-benar dihukum gantung dan jenazahnya dikubur di Kuin Banjarmasin, selanjutnya pada tanggal 21 Aril 1958 makamnya dipindahkan ke belakang Masjid Jami, Sungai Jingah, Banjarmasin. (*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009