meskipun ada pertumbuhan produksi, namunb pasar "Kaos Ngapak" di wilayah Banyumas masih tergolong kecil dengan kapasitas produksi sekitar 2.500 helai per bulan
Purwokerto (ANTARA) - Istilah "ngapak" selama ini kental dengan logat bahasa di wilayah Jawa Tengah bagian barat khususnya wilayah eks Keresidenan Banyumas yang meliputi Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara.
Bahkan, bahasa "ngapak" yang sering disebut sebagai bahasa Jawa Banyumasan atau bahasa Penginyongan itu juga digunakan masyarakat di sebagian Kabupaten Kebumen, sebagian wilayah Tegal, dan sebagian wilayah Brebes.
Makin populernya istilah "ngapak" ini dimanfaatkan Pujianto (30) dalam mengembangkan usaha konveksinya dengan nama "Kaos Ngapak" sebagai bisnis sekaligus dapat mengangkat bahasa Banyumasan dalam bentuk kaos.
Usaha yang dirintis sejak masih kuliah di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Kabupaten Banyumas, itu terbilang sukses karena sekarang tidak hanya memiliki sejumlah gerai penjualan di Banyumas, juga di Purbalingga serta Kebumen dan akan segera membuka gerai terbarunya di Cilacap.
"Perjalanan kami sebenarnya berawal dari sebuah program kampus, bahkan tempat kami berawal dari kos-kosan. Semula kami memproduksi 'dacron' dan seiring dengan berjalannya waktu, kami berkeinginan menjadi yang terbesar dan terlengkap minimal di Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Cilacap, dan Kebumen). Alhamdulillah, sekarang sudah ada di Purwokerto, Purbalingga, Baturraden, Kebumen, Insya Allah awal Agustus kami buka di Cilacap," kata Pujianto saat ditemui di Pabrik Ngapak, Kelurahan Grendeng, Kecamatan Purwokerto Utara, Banyumas, Rabu (15/7).
Ia mengaku, pasar "Kaos Ngapak" di wilayah Banyumas masih tergolong kecil dengan kapasitas produksi sekitar 2.500 helai per bulan, meskipun ada pertumbuhan produksi.
Berbeda dengan daerah lain yang memang menjadi destinasi wisata seperti Bali dan Yogyakarta yang banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai negara, produk kaos khas daerah itu selalu diburu wisatawan.
"Akan tetapi kalau wisatawan yang berkunjung di Banyumas lebih banyak yang berburu kuliner. Yang berburu kaos khas Banyumas masih sedikit," katanya.
Pujianto terus berusaha meningkatkan promosi "Kaos Ngapak" maupun produk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) lainnya kepada masyarakat luas dalam rangka meningkatkan rasa bangga terhadap produk buatan dalam negeri.
Sebenarnya produk UMKM di Banyumas sudah tergolong bagus, baik dari sisi kemasan, perizinannya lengkap, dan sebagainya. Akan tetapi, hasrat atau keinginan masyarakat untuk membela produk UMKM masih rendah.
"Setiap teman-teman UMKM secara bergilir dan terjadwal, bikin promo berbarengan, memromosikan satu sama lain, tapi terjadwal. Itu salah satu tujuanya untuk saling 'support' teman-teman UMKM karena kalau berdiri sendiri-sendiri, ya agak berat," kata dia yang juga Ketua Asosiasi Pengusaha Mikro Kecil Menengah Banyumas (Aspikmas).
Lebih lanjut, Pujianto mengatakan Aspikmas memiliki visi untuk menjadikan organisasi tersebut memiliki daya saing nasional melalui jaringan, produk-produk unggulan, dan program-program yang dijalankan.
Dari visi tersebut, Aspikmas memiliki tiga program, yakni menaikkan kelas pelaku UMKM dari sisi kapasitas bisnisnya, menjadikan pelaku UMKM memiliki daya saing korporat karena rata-rata hanya fokus di produksi sehingga menghadapi kendala pemasaran dan sebagainya, sedangkan program ketiga pemerataan distribusi informasi dan bantuan pemerintah.
Ia mengakui pandemi COVID-19 telah berdampak pada berbagai sektor perekonomian termasuk UMKM dan "Kaos Ngapak" turut merasakan khususnya dalam produksi kaos.
Akan tetapi penurunan produksi kaos tersebut dapat ditutupi dengan adanya izin pembuatan alat pelindung diri (APD) berupa baju hazmat dan masker. "Alhamdulillah peningkatannya bisa mencapai 500 persen," katanya.
Oleh karena itu, dia pun menambah karyawan menjadi dari sebelumnya 17 orang menjadi 23 orang termasuk menggandeng pelaku UMKM lainnya untuk terlibat dalam pembuatan APD tersebut.
Ia juga merancang baju serbaguna untuk menghadapi adaptasi kebiasaan baru (AKB) dan saat ini sedang diurus hak kekayaan intelektualnya.
Disinggung mengenai peran pemerintah dalam mendukung UMKM, Pujianto mengakui dukungan dari pemerintah sangat besar termasuk anggarannya terutama di tengah pandemi COVID-19 dengan tujuan memancing pelaku UMKM tetap tumbuh dan berkembang.
"Tinggal sebenarnya kembali lagi ke personal UMKM itu sendiri. Seberapa besar gelontoran dan 'support' dari pemerintah, kalau UMKM-nya tidak punya 'mindset' korporat, tidak punya daya juang kemandirian, ya sama saja, mereka hanya berpangku pada dukungan-dukungan dari pemerintah," katanya.
Ia berharap Gerakan Bangga Buatan Indonesia (GBBI) "Kita Beli Kita Bela" yang diluncurkan Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak sekadar slogan seperti halnya "100 Persen Cinta Produk Indonesia".
GBBI diharapkan bisa bertahan lama dan sampai ke bawah sehingga masyarakat benar-benar memiliki rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena gerakan tersebut ditujukan untuk mengajak masyarakat untuk membela dan membeli produk UMKM.
"Gerakan bangga terhadap buatan dalam negeri sebenarnya itu bagus, kalau itu terus dikembangkan untuk menjadi komitmen bersama dari tingkat atas sampai ke bawah, sampai ke masyarakat, akan menjadi gerakan yang luar biasa," tegasnya.
Bahkan, gerakan tersebut akan makin berdampak pada peningkatan ekonomi pelaku UMKM asalkan menjadi gerakan yang nyata dan berkelanjutan sampai jangka waktu yang panjang.
Pujianto mengaku sempat memroduksi kaos bertuliskan "Berikan Saya 10 Pelaku UMKM Maka Ku Guncang Ekonomi Dunia", yang terinspirasi dari kata-kata bijak Presiden Soekarno berupa "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, dan beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia".
Tulisan tersebut mengandung makna bahwa dengan adanya dukungan semangat, UMKM sebenarnya masih bisa memberikan sumbangsih yang besar ketika Indonesia mengalami krisis.
"Jadi harapannya, dengan UMKM-nya bisa berkembang, UMKM-nya bisa berdaya, maka ekonomi Indonesia akan kuat dan tentunya Indonesia akan menjadi negara yang hebat," katanya.
Dia mengaku optimistis dengan adanya adaptasi kebiasan baru, UMKM bisa kembali bangkit dan bergeliat.
Hal itu disebabkan kondisi yang terjadi saat sekarang tidak bisa mengikuti keinginan masyarakat khususnya pelaku UMKM, namun masyarakat maupun pelaku UMKM yang harus menyesuaikan dengan kondisi yang ada, sehingga tetap harus optimistis.
Dukungan Pemerintah
Perkembangan UMKM di Banyumas tidak lepas dari peran pemerintah termasuk di dalamnya Pemerintah Kabupaten Banyumas melalui Dinas Tenaga Kerja Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Dinnakerkop UKM) setempat dengan terus mengajak masyarakat untuk bangga terhadap buatan dalam negeri khususnya produk lokal.
"Upaya-upaya kami untuk bisa memberikan satu bentuk penguatan kepada masyarakat agar dia bangga dengan produk dalam negerinya, ada tiga langkah yang kami lakukan," kata Kepala Dinnakerkop UKM Kabupaten Banyumas Joko Wiyono.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menguatkan merek produk UMKM agar bisa menjadi kebanggaan bagi yang menggunakannya.
Selain itu, mencarikan koneksitas agar produk UMKM tersebut banyak yang memakai, sehingga dengan semakin banyak yang menggunakannya, akan makin banyak yang menilai jika produk tersebut berkualitas.
Selanjutnya, selalu mendorong pelaku UMKM untuk menguatkan proses pemasaran produknya, salah satunya melalui pelatihan-pelatihan yang bertujuan untuk menumbuhkan semangat dalam memasarkan produknya.
Saat ini rasa bangga masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri sudah mengalami peningkatan, misalnya dengan menggunakan "Kaos Ngapak" yang diproduksi UMKM di Banyumas.
"Terkait dengan 'Kaos Ngapak', kami selalu berkomunikasi dengan pengelolanya untuk menanyakan kira-kira kendalanya apa? Kami fasilitasi dalam bentuk bimbingan untuk penguatan teknik pemasarannya," kata Joko.
Pihaknya juga memberikan kesempatan berpeluang kepada "Kaos Ngapak" saat pandemi COVID-19 agar tidak sampai mengurangi jumlah karyawan dan tetap berproduksi.
Berbekal dukungan dan penguatan dari pemerintah serta rasa bangga masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri, hal itu berarti membela produk UMKM.
Dengan demikian, UMKM tetap bisa berdiri kokoh dan berkembang di tengah pandemi COVID-19 yang entah sampai kapan akan berlangsung.
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2020