Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon menginginkan pemerintah dapat meningkatkan stimulus dalam penggunaan energi terbarukan karena sebenarnya periode pandemi dapat menjadi kesempatan untuk mengurangi energi berbasis fosil.
"Pemerintah perlu melakukan intervensi dan memberi fokus ekstra atas stimulus agar industri EBT tetap bertahan saat krisis," kata Fadli Zon dalam rilis di Jakarta, Rabu.
Ia mengakui bahwa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyiapkan sejumlah stimulus seperti subsidi untuk penggunaan biodiesel dan biaya surcharge untuk penggunaan solar, relaksasi tanggal operasional secara komersil, penjadwalan ulang pembayaran utang, hingga perpajakan.
Baca juga: Indonesia-IEA perdalam kerja sama energi terbarukan
Selain itu, Indonesia juga merencanakan percepatan dan desentralisasi proyek energi baru dan terbarukan (EBT) di pemerintahan seperti pembangunan PLTS di Gedung Pemerintah atau penyimpanan ikan hingga pembangkit listrik tenaga matahari dan mikro-hidro secara off-grid di sejumlah daerah.
"Tetapi itu belumlah cukup. Indeks Stimulus Hijau yang diterbitkan vivideconomics, perusahaan konsultan ekonomi hijau berbasis di London, menempatkan Indonesia di urutan terbawah dari 16 negara ekonomi besar," kata politisi Fraksi Partai Gerindra itu.
Menurut dia, pembahasan RUU EBT yang menjadi inisiatif DPR dan prioritas legislasi 2020 dapat menjadi pintu masuk menyiapkan segala pengaturan yang diperlukan demi industri EBT yang ramah investasi dan berkelanjutan.
Ia berpendapat bahwa pandemi menjadi semacam berkah karena dalam situasi krisis seperti ini, terdapat perspektif baru terkait pengembangan EBT karena berkurangnya penggunaan energi fosil pada masa pandemi.
Baca juga: Indonesia miliki potensi energi terbarukan 442,4 GW
Apalagi, kajian dari sejumlah pihak juga menunjukkan bahwa pada masa beberapa bulan awal tahun 2020 menurunkan emisi karbon dunia hampir 8 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, Indonesia memiliki potensi energi terbaruskan sekitar 442,4 GigaWatt, namun sampai saat ini baru dimanfaatkan sebesar dua persen.
Fabby Tumiwa mengatakan, pembangkit energi terbarukan itu terus tumbuh, pada 2019 terdapat tambahan 200 GW kapasitas pembangkit energi ternbarukan di seluruh Indonesia. Sementara potensi energi terbarukan di Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal karena beberapa kendala di lapangan.
Kendala itu di antaranya ketidakpastian peraturan dan kebijakan, kelembagaan dan administrasi, pasar, daya saing ekonomi, infrastruktur dan teknis. Kondisi itu ditambah dengan adanya pandemi COVID-19, sehingga pengembangan sektor energi ditunda sementara dan pemerintah lebih fokus ke penanganan COVID-19.
Sementara dari potensi energi yang dimiliki Indonesia, lanjut dia, energi surya tercatat tertinggi dengan potensi 207,8 GW disusul energi air 75 GW, energi bayu sebesar 60,6 GW, bioenergi 32,6 GW, energi panas bumi 28,5 GW dan arus laut 17,9 GW.
Sedangkan selama ini, kata Fabby, mayoritas energi yang dipakai di Indonesia dipasok dari energi fosil, bahkan diproyeksikan hingga 2050 berdasarkan Kebijakan Energi Nasional.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020