Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar tiga saksi soal beberapa bidang tanah milik tersangka bekas Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD) dan Rezky Herbiyono (RHE) di Padang Lawas, Sumatera Utara.
Bertempat di Kejaksaan Negeri Padang Lawas, Rabu, tim penyidik KPK mengumpulkan alat bukti dengan melakukan pemeriksaan tiga saksi itu dalam penyidikan kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada tahun 2011—2016 untuk tersangka Nurhadi dan Rezky.
"Penyidik mengonfirmasi kepada tiga saksi tersebut mengenai dugaan kepemilikan aset berupa beberapa bidang tanah di Padang Lawas milik tersangka NHD dan tersangka RHE," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Baca juga: KPK panggil Presdir PT Pelayaran Bintang Putih terkait kasus Nurhadi
Tiga saksi yang diperiksa tersebut, yakni Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran pada Kantor Pertanahan Kabupaten Tapanuli Selatan Aladdin, Kepala Seksi Survei, Pengukuruan, dan Pemetaan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Tapanuli Selatan Kalam Sembiring, dan Kepala Desa Pancaukan, Barumun, Padang Lawas Syamsir.
Selain itu, penyidik KPK pada hari Rabu juga memeriksa saksi Presiden Direktur PT Pelayaran Bintang Putih Erry Hardianto untuk tersangka lainnya, yaitu Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO).
"Penyidik mengonfirmasi kepada saksi terkait dengan dugaan penyewaan lahan usaha PT MIT milik tersangka HSO. Lahan tersebut berdasarkan putusan pengadilan sudah dihentikan untuk tidak boleh dilakukan penyewaan kepada pihak lain," ungkap Ali.
Diketahui, KPK pada tanggal 16 Desember 2019 telah menetapkan Nurhadi, Rezky, dan Hiendra sebagai tersangka.
Tiga tersangka tersebut juga telah dimasukkan dalam status daftar pencarian orang (DPO) sejak Februari 2020.
Baca juga: KPK konfirmasi saksi soal gugatan yang dibantu tersangka Nurhadi
Untuk tersangka Nurhadi dan Rezky telah ditangkap tim KPK di Jakarta Selatan, Senin (1/6), sedangkan tersangka Hiendra masih menjadi buronan.
Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait dengan pengurusan sejumlah perkara di MA, sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Adapun penerimaan suap tersebut terkait dengan pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar, dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar. Dengan demikian, akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk mengembangkan kasus Nurhadi tersebut ke arah dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020