Jakarta (ANTARA News) - Komisi VI DPR RI meminta produsen pupuk terutama perusahaan BUMN untuk memberantas mafia pupuk bersubsidi yang sering muncul saat musim tanam tiba.
Dalam Rapat Dengar Pendapat BUMN pupuk dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Senin, maraknya mafia pupuk yang mengakibatkan kelangkaan sarana produksi tersebut banyak mendapatkan sorotan anggota legislatif.
"Pada saat musim tanam, pupuk bersubsidi hilang sama sekali. Namun kemudian muncul distributor dadakan yang menjual pupuk dengan mahal," kata anggota Komisi VI Lili Asdjudiredja.
Sementara itu anggota DPR lainnya, Iskandar Syaichu mengungkapkan banyak distributor pupuk dadakan yang ternyata didukung oknum sehingga mendapatkan jatah pupuk subsidi.
Dikatakannya, di Gresik realisasi penyaluran pupuk bersubsidi yang sampai ke petani hanya sekitar 43.700 ton dari yang semestinya lebih dari 87 ribu ton.
Anggota Komisi VI lainnya, Abdul Wachid mengakui, hingga saat ini distribusi pupuk bersubsidi masih selalu bermasalah padahal sudah ada Permentan dan Permendag.
Menurut dia, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) distribusi pupuk bersubsidi di tingkat bawah harus melalui dinas terkait.
"Dengan ketentuan itu maka organisasi maupun koperasi tani dikalahkan oleh pelaku bisnis pupuk yang reguler," katanya.
Dikatakannya, pemerintah memang telah menetapkan sistem distribusi pupuk dengan pola tertutup atau Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
Namun, tambahnya, yang terjadi di lapangan banyak distributor reguler yang mempermainkan RDKK tersebut akibatnya petani kesulitan mendapatkan pupuk.
"Oleh karena itu semestinya organisasi tani maupun koperasi benar-benar diikutsertakan dalam distribusi pupuk bersubsidi," katanya.
Senada dengan itu Muhamad Azhari menambahkan, sudah saatnya semua pihak bertindak terbuka dalam menyalurkan pupuk bersubsidi untuk para petani.
"Jika di masa lalu penyaluran pupuk untuk petani banyak disalahgunakan atau diselewengkan, saat ini harus lebih terbuka," katanya.
Dalam penyaluran pupuk itu, kata dia, perlu melibatkan unsur koperasi/KUD karena lembaga tersebut yang lebih mengetahui kondisi petani sesungguhnya.
Menanggapi hal itu Dirut PT Pusri Dadang H Kodri menyatakan, sistem RDKK yang baru dijalankan pada 2009 mampu meningkatkan efisiensi dalam penyaluran pupuk bersubsidi.
Sebelumnya, lanjutnya, dengan sistem distribusi terbuka maka pengecer bisa leluasa membuka warung untuk menjual pupuk, namun melalui pola saat ini mereka harus memberikan kebutuhan pupuk sesuai RDKK.
"Sekarang ini jauh lebih baik karena tak ada lagi pedagang pupuk di lini III (tingkat kabupaten) kalau ada itu ilegal," katanya.
Selain itu, tambahnya, sekarang ini dibedakan antara pupuk bersubsidi dengan yang non subsidi yang mana untuk tingkat pengecer tidak ada lagi pedagang pupuk yang ada adalah penyalur untuk lebih memudahkan sampai kepada petani sasaran.
Sementara itu menyinggung permintaan agar koperasi dilibatkan sebagai distributor pupuk bersubsidi, Dadang mengatakan, saat ini sudah ada sekitar 50 persen koperasi yang aktif dalam penyaluran pupuk baik sebagai distributor maupun pengecer.
"Memang belum semuanya namun akan terus ditingkatkan," katanya.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009