Denpasar (ANTARA News) - Sugeng Teguh Santoso, pengacara Ari Muladi, menegaskan bahwa Yulianto yang disebut-sebut terlibat dalam kasus tuduhan suap kepada pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, bukan lah tokoh fiktif.
"Nama Yulianto dalam kasus tersebut memang ada, bukan hasil karangan Ari Muladi," tegas Sugeng Teguh Santoso saat ditemui seusai persidangan kasus pembunuhan wartawan di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Senin.
Di sela-sela kesibukan di PN Denpasar, Sugeng sengaja memberikan penegasan kembali melalui pers. Sesuai penjelasan Ari Muladi, katanya, kliennya itu bertemu dengan Yulianto pada Maret 2009 di Hotel Crown, Jakarta.
Menurut Sugeng, saat itu Ari Muladi bertemu dengan Yulianto guna menanyakan uang dari Anggodo untuk para pemimpin KPK. "Dalam pertemuan itu, Ari menanyakan apakah uangnya sudah sampai kepada para pemimpin KPK. Oleh Yulianto dikatakan semuanya sudah beres," katanya.
Pada pertemuan itu, Yulianto mengataan bahwa uang miliaran rupiah milik Anggodo itu sudah disampaikan kepada sejumlah orang, termasuk sejumlah pimpinan di KPK.
"Yulianto menyebutkan kepada Ari bahwa semuanya sudah beres dan telah diklaim bahwa uangnya sudah sampai ke orang-orang KPK. Yulianto juga menyebutkan nama penerima seperti Pak Bibit, Chandra, Yasin, Ade dan Bambang," kata Sugeng.
Sugeng menjelaskan, ketika itu Ari Muladi mengajak bertemu Yulianto, karena dirinya mulai curiga, kemungkinan uang dari Anggodo tidak sampai ke tangan pemimpin KPK.
Kecurigaan Ari Muladi, lantaran lembaga pemberantasan korupsi itu kembali melakukan pemanggilan terhadap sejumlah orang yang diduga terlibat kasus Anggoro.
Pada pertemuan di hotel tersebut, "check list" dan proses pemesanan hotel, semuanya atas nama Yulianto. Sugeng berharap agar kepolisian juga melakukan pengecekan bahwa nama Yulianto bukanlah fiktif.
"Ari sebagai pelaku dari semua ini, tentulah mengetahui semua fakta yang terjadi, karena dia memang mengalami sendiri. Artinya, kalau ada orang yang meragukan tentang pernyataan Ari, maka orang tersebut harus dapat membuktikan bahwa Yulianto tidak ada," katanya.
Keberadaan Yulianto semakin jelas, ketika sejumlah wartawan di Surabaya melakukan pengecekan pada layanan informasi telepon 108, diperoleh informasi bahwa nama tersebut beralamat di Perumahan Dharmahusada, Surabaya.
"Nama Yulianto itu memang ada, namun rumahnya yang atas nama istrinya tersebut sudah dijual kepada orang lain sekitar dua tahun lalu," kata Sugeng.
Sejumlah petunjuk lain, seperti rekening listrik dan telepon pada rumah itu, masih atas nama Yulianto, sebelum akhirnya sekitar sebulan lalu diubah atas nama orang lain.
"Kalau sudah ada petunjuk seperti ini, nama sudah ada, tentunya wajahnya juga ada sesuai dengan ciri yang diberikan klien saya," tegas Sugeng.
Sugeng memaparkan bahwa uang miliaran rupiah ada dan jika diberikan kesempatan, Ari akan mengatakan bahwa Anggodo sebagai perekayasa besar. Ari Muladi sempat dimintai keterangan sebagai saksi pelapor kasus pemerasan pimpinan KPK.
Setelah Ari membuat laporan dan diperiksa polisi, kemudian Anggodo langsung menyusun kronologi, dan tak lama kemudian Ari Muladi diminta datang ke rumah Anggodo untuk mengetahui isi kronologi dan menandatangani skenario aliran uang.
Belakangan Ari Muladi kecewa karena dia justru dilaporkan Anggodo atas tuduhan penggelapan uang miliaran rupiah milik Anggodo.
"Ari mungkin awalnya bagian dari kelompok ini dan dia bukan orang yang baik. Namun dia kini berubah baik sesuai dengan hati nuraninya. Dia juga bersedia mengungkap dugaan rekayasa dan hal ini harus dihargai, diapresiasi secara baik oleh masyarakat," ujar Sugeng.
Ari mengaku sudah terlanjur terlibat dalam persengkongkolan ini dengan berbohong sejak awal.
Dikatakan, bahwa Ari sejak lama merasa tidak tahan dan ingin berkata jujur, terutama setelah bertemu dengan sejumlah komisioner Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK). LPSK merekomendasikan Ari untuk diberikan perlindungan, namun saat itu dia masih bertahan untuk berbohong.
Sampai akhirnya pada Agustus lalu, Ari Muladi mencabut semua keterangannya, karena menyadari kebohongan itu membuat banyak orang dirugikan dan menjadi korban karena dizalimi atau teraniaya.
"Ari Muladi minta maaf, khususnya kepada pimpinan KPK, institusi KPK, dan juga kepada Pak Bibit serta Chandra. Akibat kebohongannya, akhirnya banyak pihak yang mengalami nasib tak mengenakkan," kata Sugeng.
Langkah selanjutnya, ujar Sugeng, dalam waktu dekat ini, dia akan meminta pada LPSK untuk segera menerbitkan keputusan perlindungan saksi dan meminta kepada pihak KPK untuk melakukan penyidikan terkait dugaan suap di tubuh KPK.
"KPK juga harus berani membersihkan institusinya dari oknum yang terlibat dan berani mengambil tindakan," katanya.
Diakui Sugeng, Ari kerap menerima sejumlah ancaman maupun tekanan. Saat masih dalam tahanan, Ari selalu mengalami intimidasi yang dilakukan sejumlah oknum. Intimidasi dilakukan dengan menakut-nakuti akan dikenakan tuduhan baru, bisa seumur hidup berada di tahanan apabila tidak kembali ke keterangan semula.
Tak hanya itu, Ari juga selalu dibuat lelah hingga mentalnya jatuh dengan melakukan sejumlah pemeriksaan selama berhari-hari hingga larut malam.
Ari yang kini berstatus sebagai tahanan kota dan dikenakan wajib lapor, kepada pengacaranya mengaku kalau rumahnya dalam beberapa hari ini selalu ada yang mengintai.
"Bahkan tadi pagi (9/11), saudaranya mendapat kiriman pesan singkat dari seorang yang tak dikenal yang mengatakan bahwa Ari Muladi dikatakan sebagai oportunis besar dan tunggu tanggal mainnya, pasti akan mendapat hukuman berat," ujarnya.
Tak hanya Ari, Sugeng pun mengaku juga tak lepas dari teror maupun ancaman serupa. "Kalau saya sebutkan dan ketakutan, berarti saya cengeng. Saya harap klien tetap bertahan dengan keterangan keduanya dan mencabut keterangan awal," tegas Sugeng.
Kepada pengacaranya, Ari bersikukuh tetap bertahan pada keterangannya dan siap menanggung resiko apapun karena mempertahankan hal yang benar.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009
Saya menyuruh wartawan Antara news men-
cari dan menguntit keberadaan nama Yulian-
to ini. ambil gambarnya, di photo. Kalau kiranya wartawan merasa segan dan takut
perhatikanlah dari jauh dan lapor ke berwajib.