Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Hendarman Supandji, Senin, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bibit Samad Rianto dan Chandra Hmzah ditetapkan sebagai tersangka setelah ada pengakuan Anggodo Widjojo.
"Anggoro Widjojo merasa terzalimi dengan penggeledahan kantornya, PT Masaro oleh KPK," kata Hendarman dalam acara Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI di Jakarta, Senin.
Anggodo adalah adik kandung buron KPK yang juga Direktur PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo yang saat ini dikabarkan bersembunyi di China.
Jaksa Agung menambahkan, Anggoro meminta bantuan Anggodo mencari dukungan untuk menyelesaikan dengan KPK. "Saya (Anggoro) tidak bersalah kenapa digeledah," kata Jaksa Agung menirukan Anggoro.
Hendarman menuturkan, Anggodo memiliki teman yakni Ari Muladi yang memiliki kedekatan dengan sejumlah pimpinan KPK, diantaranya Ade Rahardja.
Dari pembicaraan Anggoro, Anggodo dan Ari Muladi, diketahui Ade Rahardja meminta atensi (uang) untuk kasus tersebut, sampai kemudian keluarlah angka Rp3,750 miliar.
Dari jumlah itu, Rp1,5 miliar diantaranya untuk Bibit, Rp1 miliar untuk M. Jasin, Rp1 miliar untuk Bambang Widyarmoko, dan Rp250 juta untuk menutup media.
"Itu dari penjelasan dari Anggodo," tandas Hendarman.
Kemudian, Anggoro bertanya pada Ari mengapa uang sudah digelontorkan tapi dia tetap dicegah.
"Kemudian ditanya siapa yang bisa menghubungi Antasari (mantan Ketua KPK Antasari Azhar) kemudian Irwan (mantan pejabat intel Kejagung) dan Anggodo bertemu. Irwan menyatakan dirinya tidak kenal dengan Antasari," katanya.
Selanjutnya, muncul Eddy Sumarsono di saat pertemuan antara Irwan Nasution dengan Anggodo, dan kemudian menyatakan siap mengantarkan Anggoro unntuk menemui Antasari.
"Maka berangkatlah Anggodo, Eddy Sumarsono, Antasari dan Anggoro. Terjadilah testimoni," kata Hendarman.
Ari Muladi, Anggodo, Eddy Sumarsono dan Antasari Azhar bertemu di Malang. Ari menyatakan uang itu sudah diserahkan ke pimpinan KPK.
"Tetapi belakangan Ari Muladi menyangkal dokumen itu, karena semua dialirkan Arry Yulianto. Ini terjadi missing link," katanya.
Yang jadi pertanyaan, kata dia, apakah Arry Yulianto itu ada atau tidak atau uang Rp3,750 miliar itu apakah sudah mengalir atau belum.
"Karena sudah disebut, maka harus dicari. Apakah Yulianto atau tidak benar atau serta penyerahan tidak ada yang melihat," katanya.
Hendarman menjelaskan, dari pengakuan pertama Ari Muladi, ada indikasi mobil KPK ke Pasar Festival, Kuningan.
Hendarman mengungkapkan, saat ini tinggal menunggu sikap jaksa peneliti apakah yakin berkas kedua pimpinan KPK tetap maju ke pengadilan atau tidak.
"Sampai 00:00 WIB (Selasa, 10/11) harus ada petunjuk jaksa peneliti (P16) untuk menentukan lengkap atau tidak berkas Chandra M Hamzah," katanya. (*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009