EFT ini juga untuk menerapi diri kita sendiri

Bondowoso, Jatim (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Dr Budi Purwoko, M.Pd mengemukakan bahwa saat menghadapi masa pandemi COVID-19, yang menuntut seseorang harus lebih banyak di rumah sehingga berpotensi menimbulkan masalah stres, bisa diatasi dengan metode Emotional Freedom Technique (EFT).

"Metode EFT (Emotional Freedom Technique) ini sangat mudah dipelajari dan dipraktikkan oleh siapa saja. Bahkan anak usia PAUD (pendidikan anak usia dini), apalagi anak SD, juga bisa diajari dan kemudian praktik sendiri. Jadi, selain untuk membantu masalah orang lain, EFT ini juga untuk menerapi diri kita sendiri," katanya pada web seminar (webinar) nasional bertema "EFT untuk Menjaga Kestabilan Emosi Peserta Didik dan Guru saat Pandemi COVID-19" yang dipantau di Bondowoso, Jawa Timur, Rabu.

Seminar jarak jauh yang diselenggarakan oleh pengurus Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Jawa Timur ini diikuti sekitar 400 guru dari berbagai bidang studi, khususnya guru BK, dan berbagai jenjang pendidikan dari berbagai kota di Tanah Air itu, digelar mulai 15 hingga 18 Juli 2020 dengan pembicara Dr Budi Purwoko dan Untung Rifa’i, S.Pd, guru BK SMKN I Sampang, Madura, yang juga praktisi EFT serta sukarelawan yang sering membantu para penyintas bencana menyembuhkan trauma.

Menurut Budi Purwoko yang juga Ketua Jurusan Bimbingan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Unesa metode EFT ini yang dikembangkan oleh Gary Craig, dari Universitas Stanford, Amerika Serikat itu pada prinsipnya adalah bagaimana seseorang melepaskan emosi negatif atau sebaliknya menguatkan emosi positif dengan cara yang sangat mudah dan efeknya sangat cepat dirasakan oleh konseli (klien).

"Metode EFT ini efektif menyelesaikan masalah, seperti stres, emosi negatif lainnya, yakni mudah marah, takut berlebihan, benci berlebihan dan emosi yang tidak terkendali, termasuk frustasi dan masalah sehari-hari, yaitu migrain, sakit kepala, kepala pusing, sulit tidur dan lainnya," katanya.

Alumni S3 bidang Bimbingan Konseling dari Universitas Negeri Malang (UM) ini mengemukakan metode EFT ini berangkat dari hakikat masalah yang dhadapi manusia, yakni tidak menerima masa lalu, membohongi diri sendiri karena apa yang dikerjakan atau perilakunya tidak sesuai dengan kata hati dan memandang masa depan sebagai sesuatu yang suram, bahkan gelap.

"Metode EFT itu juga merupakan upaya agar seseorang mampu memaafkan masa lalu, menerima keadaan diri saat ini dan memandang masa depan dengan penuh optimisme. Problem kan pada intinya karena seseorang menolak masalah. Semakin kita tolak, maka masalah itu akan semakin menjadi masalah," katanya.

Metode EFT itu, katanya, dimulai dengan kalimat "set up" atau semacam afirmasi yang berupa pengakuan bahwa seseorang memang memiliki masalah tersebut. Karena itu, kalimat "set up" selalu di awali dengan kata "walaupun" dan diakhiri dengan frasa "saya menerima diri saya sepenuhnya".

Ia memberi contoh, "Walaupun saya punya masalah (sebutkan masalahnya), saya menerima diri saya sepenuhnya".

"Tapi itu kalimat asli dari Gary Craig yang orang Barat ya. Kalau kita, orang Indonesia yang dikenal religius, kata 'walaupun' bisa diawali dengan penyebutan nama Tuhan, sesuai agamanya. Misalnya, 'Ya Allah, walaupun saya merasa marah dan sakit hati karena.....kemudian diakhiri dengan 'saya ikhlas menerima diri saya sepenuhnya'," katanya.

Menurut dia, frasa penerimaan atas masalah yang dihadapi itu merupakan bentuk dari merilis emosi negatif sehingga menjadi netral, dan frasa menerima diri sepenuhnya merupakan emosi positif yang berupaya diinternalkan atau dimasukkan ke alam bawah sadar sehingga emosi seseorang menjadi selalu positif.

Sementara Ketua MGBK SMK Jatim Abd Muis, S.Pd, MM menjelaskan bahwa webinar ini digelar dalam upaya membantu para guru, bukan hanya guru BK, untuk mampu mengatasi masalah sendiri secara mandiri, khususnya di tengah pandemi COVID-19.

Dia mengakui bahwa ketika pandemi virus corona jenis baru ini melanda Indonesia, hampir semua profesi dan kalangan juga dilanda persoalan, termasuk guru yang ketika di rumah juga merangkap sebagai orang tua dari anak-anaknya.

"Guru, ketika di rumah juga menjadi ibu atau ayah dari anak-anaknya, bukan berarti mereka tidak mengalami masalah. Mungkin dia juga merasa jenuh selalu diam di rumah. Belum lagi menghadapi anak-anaknya yang biasanya masuk sekolah. Harus diakui dengan jujur bahwa seorang guru itu kadang tidak mampu menjadi guru yang baik untuk anaknya sendiri di rumah," katanya.

Dengan pengetahuan dan keterampilan metode EFT, ia berharap akan mempu membekali para guru menyelesaikan masalahnya sendiri, selain tentunya bisa membantu orang lain, khususnya anak didiknya.

Webinar itu dilaksanakan hingga empat sesi karena para peserta juga diajak langsung praktik dan terakhir diberi tugas dengan direkam video bagaimana mereka menerapi diri atau orang lain menggunakan metode EFT, demikian Abd Muis.

Pewarta: Masuki M. Astro
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020