Kupang (ANTARA) - Personel Batalion Infantri 132/Bima Sakti sebagai Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia-Timor Leste Sektor Barat Markas Besar TNI bersama masyarakat setempat membangun jembatan gantung dari tali baja sepanjang 80 meter di Eban, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT.

Jembatan gantung itu diberi nama Bima Sakti dan menjadi salah satu bentuk karya bakti mereka kepada masyarakat di garis perbatasan Indonesia dengan Distrik Oekusi, negara tetangga itu.

Komandan Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia-Timor Leste Sektor Barat Markas Besar TNI, Letnan Kolonel Infantri Wisyudha Utama, kepada ANTARA yang menghubungi dari Kupang, Rabu (15/7) mengatakan, jembatan gantung Bima Sakti yang baru diresmikan pada Selasa (14/7) merupakan wujud kemanunggalan TNI-rakyat.

Baca juga: Pintu perbatasan Indonesia-Timor Leste dibuka sesuai keperluan

"Kami TNI berasal dari rakyat dan sudah seharusnya kami mengabdikan diri kepada rakyat. Pembangunan jembatan gantung ini merupakan wujud pengabdian kami kepada masyarakat, untuk mengatasi kesulitan rakyat di daerah ini," katanya.

Pembangunan jembatan gantung yang menghubungkan Desa Neopesu, Kecamatan Miomafo Barat, Kabupaten TTU, dan Desa Bonleu, Kecamatan Tobu Kabupaten Timor Tengah Selatan, itu dimulai pada awal Juli.

Ia menambahkan pembangunan jembatan itu dilaksanakan secara swadaya, dimana anggarannya sebagian besar dari anggota Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia-Timor Leste Sektor Barat Markas Besar TNI yang peduli dengan masyarakat di daerah itu.

Baca juga: Menlu RI-Timor Leste bahas kerja sama di wilayah perbatasan

Selain itu juga anggaran datang dari beberapa donatur , sedangkan pengerjaannya dibantu Tim Vertical Rescue Indonesia (VRI) sebagai tenaga ahli dan masyarakat dua desa itu.

"Jadi memang untuk anggaran dari kami sendiri dan juga dibantu beberapa donatur, tetapi kalau untuk kebutuhan material kami pesan dari luar NTT," kata dia.

Ia menjelaskan, sebelum jembatan gantung itu dibangun, warga di dua desa itu jika ingin melintas membawa barang dagangan mereka harus melintasi sungai yang lebarnya sekitar enam meter.

Pada saat ini ketika musim kemarau, kata dia, warga masih bisa melintas, namun tidak demikian jika musim hujan. Pada saat itu air di sungai sangat deras dan dalam bahkan bisa menggerus tepian-tepian badan sungai. Jika itu yang terjadi, pohon-pohon dan batu-batu besar juga bisa hanyut ke hilir.

Baca juga: Perundingan perbatasan Indonesia-Timor Leste selesai September

Bahkan kata dia, beberapa waktu lalu sempat ada beberapa warga di dua desa itu yang terseret air sungai ketika nekat melintas di sungai itu.

Oleh karena itu Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia-Timor Leste Sektor Barat Markas Besar TNI bertekad membangun jembatan itu agar tak ada lagi warga di dua desa itu menjadi korban terseret sungai.

Sementara itu, Kepala Desa Bonleu, Cornelis Ani, mengatakan, pembangunan jembatan gantung ini merupakan ide dan inisiatif Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia-Timor Leste Sektor Barat Markas Besar TNI sebagai respon atas jawaban dari curahan hati mereka tentang kerinduan mereka terhadap jembatan.

" Salah satu harapan dan mimpi kami yang belum terwujud adalah kerinduan adanya jembatan yang bisa menghubungkan Desa Bonleu, Kecamatan Tobu, dengan Desa Noepesu, Kecamatan Miomaffo Barat, Kabupaten TTU," kata dia.

Baca juga: Ratusan pasukan TNI diberangkatkan ke perbatasan Indonesia-Timor Leste

Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020