Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Karir tenisnya terbilang belum lama dengan baru memenangi satu gelar WTA Tour, tetapi menjuarai turnamen "championships" yang baru pertama kali digelar adalah satu prestasi tersendiri bagi Aravane Rezai.

Saat Commonwealth Bank Tournament of Champions mulai digulirkan, hampir dipastikan tidak ada yang memperkirakan petenis asal Prancis itu yang menjadi juara.

Selain tampil bukan sebagai unggulan, banyak petenis-petenis lain yang ambil bagian dalam turnamen berhadiah 600.000 dolar AS itu yang peringkatnya lebih tinggi dari dia.

Namun, gadis kelahiran St Etienne, Prancis, 14 Maret 1987 itu tampil sangat meyakinkan sejak pertandingan pertamanya di Bali.

Dengan tampil pantang menyerah, ia bangkit dari ketertinggalan pada set pertama untuk mengalahkan unggulan keempat, peringkat 25 dunia, Sabine Lisicki dari Jerman 1-6, 6-3, 6-4, kemudian menang atas Melinda Czink dari Hungaria 6-3, 7-5 pada babak "round robin" Grup D untuk menjadi petenis pertama yang lolos ke semifinal.

Pada semifinal, Aravane yang tidak hanya didampingi oleh ayah dan ibunya di Bali tetapi juga oleh temannya yang juga seorang pelatih, mengalahkan petenis Spanyol Maria Jose Martinez Sanchez yang memenangi nomor ganda pada WTA Championships di Doha, dengan kemenangan dua set langsung 6-2, 6-3.

Keberhasilan tersebut membawanya ke partai puncak bertemu rekan senegaranya Marion Bartoli yang menjadi unggulan pertama dalam turnamen tersebut, setelah peringkat 12 dunia itu mengalahkan petenis veteran Kimiko Date Krumm.

Tidak ada yang mengira pula ia akan memenangi pertandingan dengan cara seperti itu. Bartoli yang mengalami cedera paha kiri saat Aravane memimpin 6-5 dan 40-15 memberinya kemenangan setelah dengan susah payah menyelesaikan pertandingan dengan servisnya yang menghasilkan "double fault".

Putri pasangan Arsalan Rezai dengan Nouchine itu mengaku sangat gembira bisa menjuarai turnamen Bali yang menjadi gelar keduanya sepanjang karir, setelah meraih gelar pertamanya di Strasbourg pada Juni lalu.

"Saya ingin menang dengan cara lain, tetapi inilah tenis," kata Aravane yang menyesalkan kejadian yang menimpa rekan senegaranya Marion.

Namun itu tidak mengurangi kegembiraannya karena bagaimana pun kemenangan tersebut membuktikan bahwa permainan tenisnya telah meningkat dan di atas semuanya, peringkatnya akan naik ke 30 besar dunia.

Peringkat tertinggi petenis yang mengawali karir profesionalnya pada 1 Januari 2005 itu adalah 36 dunia pada Agustus lalu.

Nyaman

Kehadiran kedua orangtuanya di Bali, juga seorang teman yang juga berprofesi sebagai pelatih diakui Aravane memberi kenyamanan baginya sehingga ia bisa lebih percaya diri.

Ayahnya yang juga menjadi pelatihnya serta ibunya yang seorang fisioterapis memang kerap menyertai dia mengikuti tur yang berlangsung sepanjang tahun.

Saat berlatih sekaligus menjajal lapangan di Bali International Convention Center sebelum turnamen, ayah-ibunya dengan setia mendampingi. Ayahnya membantu dia dalam bermain, sementara peran ibunya sangat penting saat ia melakukan peregangan usai pertandingan.

"Keberadaan mereka di sekitar saya saat bertanding membuat nyaman dan percaya diri," kata Aravane yang lancar berbahasa Inggris, Prancis dan Persia.

Peran ayahnya sebagai pelatih sangat tampak ketika membantu anaknya itu meraih dua medali emas pada Women Olympic Games di Teheran, Iran, empat tahun lalu.

Aravane yang bermain untuk tuan rumah Iran --negara tempat orangtuanya berasal-- kerap mendapat arahan dari ayahnya yang sebenarnya seorang mekanik mobil, dari balik dinding pembatas arena pertandingan.

Women Islamic Games memberlakukan aturan ketat melarang laki-laki memasuki arena pertandingan (tertutup) untuk cabang-cabang yang atletnya tidak mengenakan pakaian menutupi aurat. Karenanya ayah Aravane harus menunggu di luar pagar.

Sekalipun hanya berteriak-teriak dari balik dinding, arahan tersebut membuahkan dua medali emas bagi sang putri.

Sejak itu terbukti karir profesionalnya yang dimulai sejak 2005 terus berkembang.

Pertama kali mengikuti turnamen ITF pada 2003, dua tahun kemudian ia untuk pertamakalinya bermain pada babak utama di Prancis Terbuka dan mencapai putaran kedua.

Pada 2006 petenis yang menyukai musik, puisi dan film India itu mencapai 100 peringkat teratas untuk pertamakalinya, bahkan mengakhiri tahun yang sama di 50 peringkat teratas.

Meski demikian baru pada 2009 lah ia meraih gelar WTA Tour pertamanya di Strasbourg yang ia genapi dengan gelar kedua dalam turnamen bagi para juara (master) di Bali.

"Saya senang gelar kedua saya adalah gelar master," kata petenis yang mengaku senang saat didandani karena, menurut dia, begitu lah seharusnya perempuan menghargai dirinya.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009