Kupang (ANTARA News) - Peraturan Pemerintah (PP) sebagai bentuk penjabaran dari UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan dan Mineral segera diterbitkan paling lambat Desember 2009.

"Sekretaris Direktorat Jenderal (Ditjen) Batu Bara, Mineral dan Panas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) justru menegaskan PP ini merupakan bagian dari program 100 hari Departemen ESDM," kata anggota DPD RI asal NTT Emanuel Babu Eha di Kupang, Minggu.

PP ini, katanya, harus menjadi prioritas karena menjadi dasar rujukan bagi pembuatan peraturan di bawahnya seperti Peraturan Daerah (Perda) atau keputusan kepala daerah terkait dengan pengelolaan tambang dan sumber daya alam lainnya di daerah.

"PP ini sekarang sudah dibawa ke Departemen Hukum dan HAM untuk diverifikasi, dan selanjutnya diteruskan ke Sekretariat Negara untuk ditandatangani Presiden. Kami perkirakan, paling lambat Desember 2009 ini sudah ke luar," kata Babu Eha mengutip Sekditjen Batu Bara dan Panas Bumi, Dr. S. Witoro Soelarno.

Mantan Asisten IV Setprov NTT ini mengaku, sebelumnya Carolina Nubatonis bertandang ke ruang kerja Sekjen Ditjen Soelarno untuk menindaklanjuti harapan masyarakat NTT tentang kejelasan hukum terhadap usaha pengelolaan tambang mangan yang marak di NTT, khususnya di dataran pulau Timor dan sekitarnya.

Mantan wakil bupati Sumba Timur ini mengatakan, penambangan mangan di pulau Timor sudah menjadi marak, bahkan banyak masyarakat secara langsung terjun dalam bisnis penambangan, baik sebagai penambang maupun pengumpul.

"Hanya saja, dalam prakteknya, banyak persoalan baik berupa penangkapan karena dinilai aktifitasnya ilegal atau proses jual beli dengan harga yang bervariasi dan tidak sebanding dengan harga jual di pasaran umumnya," katanya.

Ia menyebut contoh surat keputusan (SK) No. 1993 Tahun 2008 tentang Penetapan Harga Bahan Galian Golongan B (Mangan) di wilayah itu, dengan harga batu mangan Rp450 perkilogram cenderung menguntungkan investor ketimbang rakyat.

Sementara informasi harga mangan di pasaran internasional saat ini berkisar antara US$ 3-4 dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp30.000 lebih perkilogram.

"Kalau harga pasaran batu mangan seperti itu, lalu investor membeli di masyarakat pegumpul mangan dengan harga antara Rp400 hingga Rp450 perkilogram, apakah ini memberdayakan masyarakat atau menyusahkan masyarakat," katanya.

Ia menilai, kalau informasi ini benar tidak proporsional, sehingga masyarakat menilai bupati tidak pro rakyat, dan lebih menguntungkan pengumpul bahkan menimbulkan pemikiran bahwa bupati mengambil keuntungan.

"Kita berharap pemerintah pusat segera mengeluarkan PP sehingga pemerintah daerah bisa merancang sebuah peraturan daerah dengan dasar PP tersebut sehingga bisa mengatasi masalah terkait aktifitas penambangan ini," katanya.

Karena kondisi kondisi di daerah membuat persaingan tidak sehat diantara pengepul, lalu pembelian mangan tidak jelas, bahkan ada yang ilegal, sehingga hal ini menimbulkan potensi konflik di masyarakat.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009