Padang (ANTARA News) - Sejumlah korban gempa di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat (Sumbar), mengeluhkan pembagian uang lauk pauk (ULP) karena menganggap belum merata dan terkesan membeda-bedakan warga yang berhak menerima.
Menurut sejumlah korban gempa di Kampung Jambak, Korong Toboh, Ulakan Kabupaten Padang Pariaman, Minggu, pembagian ULP belum merata sesuai ketentuan.
Padahal, pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memberikan bantuan ULP selama masa tanggap darurat 1-31 Oktober 2009.
Bantuan ULP diberikan kepada korban gempa yang rumahnya rusak berat sebesar Rp5.000 per orang dan maksimal anggota keluarga diberikan lima orang, dicairkan untuk tiga tahap.
Nur (37), warga Kampung Jambak, menyebutkan, dirinya baru sekali menerima dan itu pun jumlahnya hanya Rp300 ribu dengan jumlah anggota keluarga lima orang --suami dan tiga anak--.
Sementara itu, tetangga yang bersebelahan rumah, jumlah anggota kelurganya lima orang juga, tetapi mendapatkan dana bantuan ULP sebanyak Rp400 ribu.
"Awak (saya) heran, kenapa ada perbedaan sedangkan jumlah anggota keluarga sama dan rumah sama-sama rusak berat," kata perempuan tiga anak yang masih bertahan di tenda itu.
Hal senada disampaikan seorang ibu rumah tangga yang juga warga Toboh. Ia berharap, pemerintah daerah lebih mengawasi dalam penyaluran bantuan dana ULP sehingga tak pilih kasih dalam penyalurannya.
"Kalau orang yang agak disegani rumahnya roboh mendapatkan bantuan cukup, begitu juga dengan bantuan beras dan masyarakat biasa saja tak begitu diperhatikan," kata wanita paruh baya yang enggan disebutkan namanya itu.
Menanggapi hal itu, Wakil Bupati Padang Pariaman, Ali Mukhni meminta masyarakat korban gempa itu bisa memaklumi bila ada keterlambatan dalam pendistribusian.
Soal jumlah pembagian yang diterima korban gempa, katanya, sudah ada ketentuannya, khusus untuk Kabupaten Padang Pariaman memang diputuskan pengurangan hari dari 10 hari per tahap menjadi 6 hari per tahap.
Hal itu, lanjutnya, bertujuan karena data korban gempa yang rusak berat jumlahnya banyak supaya semuanya mendapatkan, makanya disiasati dengan pengurangan hari.
Namun, katanya, memasuki pekan pertama pasca tanggap darurat belum ada laporan yang signifikan terkait permasalahan pendistribusian ULP.
"Kita tak memungkiri beberapa waktu lalu memang terjadi keterlambatan dalam pendistribusian karena faktor data dan korban gempa harus maklum," katanya.
Menurut dia, akurasi data sangat diperlukan sehingga penyalurannya tidak salah sasaran, nanti orang yang rusak ringan dapat dan rusak berat terabaikan, tentu tak sesuai dengan harapan.
Jadi, bagi korban gempa yang belum menerima ULP diharapkan bersabar karena haknya tidak akan dihilangkan.
Justru itu, pihaknya akan mengecek secara keseluruhan kepada pihak-pihak terkait dalam pendistribusian ULP ke korban gempa.
Ali menegaskan, pihaknya akan merapatkan pada (9/11) dengan semua pihak yang terlibat dalam pendistribusian ULP, mulai dari kepala Korong, Wali Nagari (setingkat desa, red) dan Camat.
Sebab, pendistribusian ULP ada bukti kwitansi yang ditandatangani kepala keluarga korban gempa, ada saksi dari Kepala Korong, Wali Nagari dan Camat.
Karena dana bantuan ULP korban gempa, tambahnya, akan diaudit oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) sehingga jangan ada yang main-main atau melakukan penyimpangan.
Wakil Gubernur Sumbar, Marlis Rahman mengatakan, dana ULP untuk korban gempa sudah dicairkan ke kabupaten/kota sampai tiga III tahap sebesar Rp66 miliar lebih.
Sementara pendistribusian kepada korban gempa yang berhak menerimanya diserahkan kepada kab/kota dengan melibatkan pemerintah terendahnya (Wali Nagari).
Wagub juga mengatakan, dana santunan bagi ahli waris korban gempa yang meninggal dunia sudah siap untuk dicairkan, tapi kabupaten/kota belum memasukkan datanya.
"Dana Duka korban gempa yang meninggal diberikan kepada ahli warisnya sebesar Rp2,5 juta per jiwa dan pencariannya harus ada data nama dan alamat serta di mana meninggalnya," katanya. (*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009