"Sikap yang dilakukan Polri dalam persoalan KPK mengutamakan prosedural dengan pendekatan legal formal, tapi mengabaikan material substansi yakni rasa keadilan masyarakat," kata Farouk Muhammad, di Jakarta, Jumat.
Dikatakannya, pengutamaan prosedural melalui pendekatakan legal formal, memang menunjukkan sikap prefesional. Namun, dalam persoalan sensitif seperti yang dihadapi dua pimpinan KPK nonaktif, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah, Polri tidak cukup bersikap profesional, tapi harus amanah, dan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.
Menurut dia, masyarakat sudah bertanya-tanya dan kesal ketika Bibit dan Chandra ditetapkan sebagai tersangka.
Apalagi, katanya, polisi cukup rajin mencarikan pasal yang disangkakan kepada Bibit dan Chandra, yakni pasal penyalahgunaan wewenang dan kemudian pasal pemerasan.
"Polisi kemudian menahan Bibit dan Chandra, masyarakat menjadi marah," kata Faoruk.
Menurut dia, Bibit dan Chandra kemudian ditangguhkan penahanannya, pada Selasa (3/11) tengah malam setelah pada siang harinya rekaman pembicaraan antara Anggodo Widjojo (adik tersangka Anggoro Widjojo) dengan sejumlah orang diperdengarkan pada sidang Mahkamah Konstitusi (MK) serta atas desakan tim veriifikasi atau Tim Delapan.
Setelah penahanan Bibit dan Chandra ditangguhkan, masyarakat mendesak agar polisi menetapkan Anggodo sebagai tersangka dan menahannya. Dia dinilai sebagai aktor perekayasa upaya kriminalisasi terhadap dua pimpinan KPK nonaktif.
Namun polisi, katanya, mengabaikan desakan masyarakat dengan alasan belum ada pasal untuk menjerat Anggodo.
"Padahal kalau polisi mau, ada pasal-pasal yang bisa digunakan untuk menjerat Anggodo. Apalagi dia sudah mengakui suaranya dalam rekaman tersebut, tapi polisi beralasan belum memiliki rekaman aslinya," kata anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini.
Belum ditahannya Anggodo, kata dia, menunjukkan polisi tidak amanah karena masih mengabaikan rasa keadilan masyarakat.
Farouk mengimbau, polisi bisa bersikap profesional dan amanah.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009