Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) kemungkinan besar akan segera mencabut Pasal 4 (1) UU No 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, karena masalah itu sangat bertentangan dengan hak asasi manusia dan UUD 1945.

Jika MK dalam sidangnya tanggal 27 Oktober 2009 mencabut pasal itu, kata AF Darman Amos, SH, salah satu tim penggugat uji materi Pasal 4 (1) Undang-undang Tentang Advokat di Jakarta, Jumat, maka semua calon advokat di Indonesia tak perlu lagi melakukan sumpah di depan hakim pengadilan tinggi setempat.

Pasal 4 (1) tersebut antara lain berbunyi, "Sebelum menjalankan profesi advokat wajib bersumpah menurut ajaran agamanya atau berjanji dengan sumpah di sidang terbuka pengadilan tinggi di wilayah domisili hukumnya".

Menurut Darman, pasal itu selain bertentangan dengan hak asasi manusia, juga bertentangan dengan UU lainnya seperti UU Kehakiman, Kejaksaan, dan Kepolisian.

"Tiga UU itu antara lain menyebutkan, semua calon hakim, jaksa dan polisi, melakukan sumpah di depan institusinya sendiri, sementara untuk calon advokat, harus di depan pengadilan tinggi di wilayah hukumnya sendiri," katanya, seraya menambahkan, ada jutaan calon advokat belum dapat menjalankan fungsinya sebagai advokat lantaran belum juga disumpah.

Darman yang malam itu mengadakan halal bihalal dan silaturahmi sesama anggota Kongres Advokat Indonesia (KAI) menyakinkan kepada peserta, Mahkamah Konstitusi dipastikan akan mencabut pasal itu. Setidaknya akan mencarikan jalan keluar yang menguntungkan para calon advokat.

"Saya yakin betul MK akan mengabulkan permohonan kami, karena Pasal itu menzalimi banyak orang. Oleh karena itu saya minta kepada semua calon advokat yang beragama Islam, untuk berzikir dan berdoa mohon MK memahami jeritan hati para calon advokat yang belum dapat menjalankan fungsinya," pinta Darman.

Darman mengaku, meskipun ia tergabung dengan KAI, uji materi itu tidak mengatasnamakan organisasi, tetapi murni sebagai warga negara Indonesia dan kelompok akademik.

"Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua KAI Jakarta, H. Petrus Peletoma yang terus memberikan dukungan materiil dan moril terhadap uji materi Pasal 4(1) UU Advokat tersebut, meskipun uji materi itu tidak mengatas namakan organisasi apapun," katanya.

Menjawab pertanyaan ia mengatakan, jika MK tidak mengabulkan uji materi itu, pihaknya akan melakukan upaya hukum lain.

"Saya sudah menyiapkan langkah hukum jika MK tidak mengabulkan tuntutan itu. Namun yang harus dimengerti oleh penegak hukum adalah akibat pasal itu, banyak orang merasa dirugikan," katanya.

Pada kesempatan itu Darman juga menyinggung sulitnya mengikuti ujian yang dilakukan oleh Peradi.

"Ada orang yang pernah ikut ujian tiga sampai empat kali tidak lulus, dan yang lulus pun tidak segera disumpah," katanya.

Padahal orang yang ikut ujian itu mengeluarkan puluhan juta rupiah, sementara calon advokat itu uangnnya hasil dari menabung lantaran belum ada pekerjaan, katanya menambahkan.

Jika calon advokat ikut bergabung di KAI, tidak ada orang yang sampai ujian tiga kali, karena jika orang itu nilainya kurang, maka akan ada her atau ujian ulang, sehingga calon advokat itu tidak perlu mengeluarkan uang puluhan juta dan waktu yang bertahun-tahun.

Rezeki itu datangnya dari Allah, oleh karenanya, tugas organisasi tidak perlu menghambat orang ingin mencari rezeki, katanya.

Meskipun sistem Peradi dan KAI ada berbedaan sistem dalam menilai para calon advokat, ia meminta agar semua pihak saling menegakkan kode etik.

"Kode etik itu harus menjadi pegangan semua advokat sehingga teman sejawat itu tidak saling menyerang atau mengkorek peristiwa di masa lalu. Jika ada advokat saling menyerang dengan teman sejawat, masyarakat melihatnya juga tidak senang," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009