Jakarta (ANTARA News) - Tim pengacara pimpinan KPK nonaktif, Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah mengatakan Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri tidak mengungkapkan sejumlah fakta tentang pertemuan antara Kabareskrim Komjen Pol Susno Duaji dengan pangusaha Anggoro Widjojo di Singapura.

"Pak Kapolri tidak mengungkapkan fakta lain yang muncul dalam rekaman pembicaraan," kata Bambang Widjojanto, anggota tim pengacara Bibit dan Chandra, ketika memberikan pernyataan di Jakarta, Jumat.

Bambang Widjojanto mengatakan hal itu terkait penjelasan Kapolri dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI.

Menurut Bambang, rekaman pembicaraan itu jelas menyebutkan Susno Duaji berangkat ke Singapura bersama Anggodo Widjojo, adik Anggoro Widjojo.

Pembicaraan yang direkam oleh KPK pada 30 Juli 2009 pukul 19.13 WIB itu adalah pembicaraan antara Anggodo dengan seseorang yang diduga adalah mantan Jaksa Agung Muda Intelijen, Wisnu Subroto.

Keduanya membahas keberangkatan Susno ke Singapura. Dalam pembicaraan itu, Anggodo mengatakan "Susno itu dari awal berangkat sama saya ke Singapura, itu dia sudah tau Toni itu saya, sudah ngerti Pak."

Fakta lain yang tidak diungkapkan oleh Kapolri adalah status Anggoro Widjojo sebagai tersangka kasus dugaan suap kepada sejumlah anggota DPR. Bahkan KPK sudah menerbitkan "red notice" dan memasukkan Anggoro dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sebelum Susno menemui Anggoro ke Singapura pada 10 Juli 2009.

Bambang Widjojanto berpendapat Kapolri telah membuat logika yang salah ketika menyatakan Undang-undang Kepolisian tidak melarang pertemuan dengan orang yang berperkara.

Apalagi Kapolri mengatakan, Anggoro adalah orang yang berperkara di KPK yang diatur dengan Undang-Undang KPK. Undang-undang KPK melarang pimpinan KPK bertemu dengan pihak berperkara.

Sebelumnya, anggota tim pengacara yang lain, Achmad Rifai menjelaskan, seharusnya Susno manangkap Anggoro ketika bertemu di Singapura karena Anggoro sudah dimasukkan dalam DPO oleh KPK.

Rifai mengatakan, DPO merupakan dasar bagi polisi untuk membantu menangkap Anggoro.

"Yang perlu diusut adalah apakah menemui DPO di Singapura itu dengan persetujuan Kapolri atau tidak. Jika dengan persetujuan Kapolri, berarti pertanggungjawaban hukum itu ada di Kapolri juga," kata Rifai.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009