Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Indonesian Corruptions Watch (ICW), Febri Diansyah meminta Anggodo diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar dugaan penyuapan bisa dibuktikan.

"Anggodo sebaiknya ditangani oleh KPK. Kalau KPK bisa buktikan ada percobaan penyuapan maka runtuhlah tuduhan adanya percobaan pemerasan yang dilakukan oleh Bibit dan Chandra," katanya di Jakarta, Jumat.

Menurut Febi, oleh karena itu akan lebih baik pemeriksaan anggota tidak dilakukan oleh Kepolisian. Alasannya, Anggodo merupakan tokoh sentral.

"Sebaiknya persoalan Anggodo jangan ditangani oleh Kepolisian karena ada dugaan rekayasa. Apalagi Anggodo adalah tokoh sentral di sana. Bayangkan kalau Anggodo ada di Kepolisian," tambahnya.

Lebih jauh, katanya, tindakan yang dilakukan Kepolisian saat ini justru merusak citra mereka sendiri. Masyarakat sangat resah ketika kasus menjadi tidak jelas, ditambah lagi dengan alat bukti yang juga tidak jelas atas kasus Bibit dan Chandra. "Ini bisa merusak citra Kepolisian sendiri," katanya.

Yang jelas, kata Febi, ICW menilai korupsi yang mengaitkan dengan kurangnya kesejahteraan para pejabat merupakan sebuah penghinaan bagi pegawai negeri sipil (PNS) yang bergaji kecil. Padahal PNS bergaji kecil justru taat dan patuh.

"Suap dan korupsi yang diterima pejabat negara bukan karena konflik perundangan, tetapi mengaitkannya dengan soal rendahnya gaji dan kesejahteraan adalah tindakan menghina PNS yang gajinya kecil," katanya.

Sementara itu, Fachri Hamzah, Wakil Ketua Komisi III DPR Fraksi PKS menilai korupsi di Indonesia lebih disebabkan karena banyaknya perundang-undangan yang tumpang tindih sehingga memberikan peluang terjadi korupsi secara sistematis.

"Karena penegak hukum memiliki kepentingan. DPR membiarkan perundangan yang tumpang tindih, pasal karet dipakai oleh aparat penegak hukum untuk tarik menarik," katanya.

Bahkan, kata Fachri, pihaknya menginginkan semua lembaga penegak hukum kuat dalam memberantas korupsi. "Bukan hanya KPK yang memberantas korupsi, lembaga lainnya juga harus kuat. Kalau lembaga ini rusak maka rusaklah bangsa ini. Kita harus melawan kalau ada orang yang ingin mengembangkan perbedaan dan seolah-olah ada permusuhan dan kebencian antarlembaga," tambahnya.

Lebih jauh katanya, korupsi di Indonesia adalah corrupt by system karena mewarisi aturan yang tidak kunjung disinkronisasi oleh DPR. "Ini semua terjadi karena rancunya hukum dan ada perbedaan cara memandang perundangan dan prosedur kelembagaan," katanya.

Sementara itu, anggota DPD I Wayan Sudhirta, menyesalkan perdebatan soal penetapan status Anggodo. "Hingga saat ini Anggodo, tidak jadi tersangka. Sementara pimpinan KPK masih diberi sangkaan melakukan penyalahgunaan wewenang. Kalau pimpinan KPK masih kena pasal pemerasan selama itu Anggodo tidak akan kena pasal penyuapan," katanya.

Menurut dia, kalau sangkaan pemerasan dihapuskan dan Anggodo dikenakan pasal penyuapan maka Anggodo tidak akan bisa mengelak. "Kalau Mabes Polri rajin mencari pasal untuk pimpinan KPK, Polri seharusnya juga serajin itu untuk Anggodo," katanya.

Wayan mempertanyakan mengapa polisi tidak bisa mencarikan pasal pencemaran nama baik buat Anggodo di tengah menurunnya popularitas SBY. "Mari kita usulkan untuk mencoba pasal-pasal itu," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009