...menunjukkan bahwa belum ada mekanisme terpadu dalam penanganan buronan
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM memperbaiki Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) yang sudah direncanakan sejak beberapa waktu lalu.
Menurut dia, langkah perbaikan SIMKIM itu penting untuk memastikan kasus Djoko Tjandra ini tidak terulang lagi di kemudian hari.
“Saya tidak menanyakan tentang Djoko Tjandra, itu terlalu mumet. Saya hanya ingin mempertanyakan tentang perbaikan sistem yang waktu Februari Bapak (Dirjen Imigrasi) akan memperbaiki untuk sistem warga negara asing (WNA)," kata Sahroni dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Ditjen Imigrasi Kemenkumham, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Politisi Partai NasDem itu menilai perbaikan sistem SIMKIM itu sangat penting, karena akan memberikan informasi terkait data WNA yang ada di Indonesia.
Menurut dia, data itu tidak hanya terkait sistem keluar masuk WNA, namun juga jika WNA itu melakukan "overstay" atas izin tinggal yang dimilikinya di Indonesia.
“Menurut saya, kita tidak mau hanya mempersoalkan terkait keluar masuk, tapi yang juga kita perlukan adalah penguatan sistem untuk mengawasi WNA yang sudah ada misalnya kalau mereka 'overstay'," ujarnya.
Baca juga: DPR minta Dirjen Imigrasi ungkap jaringan mafia hukum Djoko Tjandra
Sahroni juga menyorot terkait data di imigrasi atas nama-nama terpidana yang sudah ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) dan dicekal oleh sistem keimigrasian.
Karena, menurut dia, berdasarkan data yang diperolehnya, terdapat 39 nama buronan yang ternyata statusnya belum menjadi DPO, sehingga belum dicekal dalam sistem imigrasi.
"Saya mau bertanya, ada berapa banyak orang narapidana yang sidangnya dinyatakan sudah selesai, lalu sudah ada putusannya, tapi belum masuk DPO. Karena menurut data yang saya punya, terdapat 39 nama buronan yang ternyata statusnya belum DPO jadi belum dicekal dalam sistem imigrasi," ujarnya lagi.
Menurut dia, jika hal itu benar, maka penemuan tersebut menunjukkan belum adanya sistem informasi terpadu antara sistem imigrasi dan unit pendukung lainnya atau "supporting unit".
“Kalau benar begini, maka hal ini menunjukkan bahwa belum ada mekanisme terpadu dalam penanganan buronan antara Aparat Penegak Hukum (APH) dan 'supporting' unitnya," katanya.
Karena itu, dia menilai urusan sistem itu penting, sehingga kalau Dirjen Imigrasi perlu dukungan atau ada kekurangan anggaran dalam memperkuat sistem maka dipersilakan mengajukan anggarannya.
Baca juga: DPR pertanyakan Ditjen Imigrasi terkait paspor Djoko Tjandra
Baca juga: Sahroni: Imigrasi harus jeli perhatikan riwayat perjalanan wisatawan
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020