Solo (ANTARA News) - Direktur Pendidikan Tinggi Islam Departemen Agama (Depag), Machasin, mengatakan, berbagai kampus Islam bukan sarang teroris.

"Kalau ada beberapa tersangka teroris yang pernah terkait dengan kampus Islam, jangan digeneralisasikan bahwa kampus Islam sebagai sarang yang nyaman untuk teroris," katanya di Solo, Jateng, Rabu.

Menurutnya, berbagai perguruan tinggi Islam tidak pernah mengajarkan radikalisme seperti dilakukan para teroris.

Perguruan tinggi Islam, katanya, juga bukan tempat untuk penanaman benih-benih terorisme.

Adanya fakta bahwa beberapa teroris terkait dengan kampus Islam tertentu, katanya, hal tersebut tidak bisa menjadi pembenaran dalam menyebut kampus Islam sebagai sarang teroris.

"Tolong hal tersebut jangan disamaratakan. Apakah para koruptor yang berlatar belakang dari kampus umum, kemudian kampus tersebut juga disebut sebagai sumber koruptor," katanya.

Selain itu, katanya, fakta bahwa ada mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menyembunyikan buronan teroris, juga tidak bisa dia dinilai sebagai hasil didikan dari kampus tersebut.

"Kampus adalah tempat mempelajari apapun, dari agama, pendidikan formal, hingga paham-paham tertentu, termasuk radikalisme," katanya.

Berbagai hal yang dipelajari mahasiswa di kampusnya, katanya, disertai dengan pembekalan kemampuan memilih mana yang baik dan buruk.

"Saya tidak setuju dengan adanya pengawasan kegiatan belajar di kampus Islam dan penyortiran mahasiswa," katanya.

Hal tersebut, katanya, malah memicu mahasiswa untuk antusias terhadap berbagai hal yang dianggap sebagai bentuk radikalisme.

"Saat ini jumlah kampus Islam negeri mencapai 52 perguruan yang terdiri atas UIN, Institut Agama Islam Negeri (IAIN), dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)," katanya.

Jika 30 persen dari seluruh kampus Islam yang ada di Indonesia menyimpang dari ketentuan dalam kegiatan belajar mengajar, katanya, upaya pengawasan dan penyortiran perlu dilakukan.

"Untuk saat ini upaya tersebut belum tepat untuk dilakukan," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009