Batam (ANTARA News) - Batam, Kepulauan Riau, masih rawan dengan kasus penyelundupan manusia, baik yang menuju maupun dari negara lain, kata staf ahli bidang pengamanan Badan Pengusahaan Batam Bambang Bunar.

Ketika menerima kunjungan wartawan unit Departemen Pertahanan di Batam, Rabu, Bambang Bunar menyatakan, penyelundupan manusia yang paling sering terjadi adalah para tenaga kerja Indonesia dari Indonesia ke Singapura dan Malaysia atau sebaliknya.

"Sebagian besar yang ke luar negeri secara ilegal adalah TKW. Kejadian ini sudah berlangsung sejak lama dan masih terus terjadi hingga kini tanpa bisa dicegah," katanya.

Mereka dapat keluar dan masuk secara tak sah melalui jalur tidak resmi atau "jalur tikus" dengan memanfaatkan setiap garis pantai yang tidak terpantau aparat.

"Tidak hanya di Batam terjadi penyelundupan manusia tapi juga di Karimun dan Bintan," katanya.

Di samping kasus tenaga kerja ilegal, akhir-akhir ini Batam juga dipermasalahkan dengan masuknya imigran gelap asal Srilangka dan Afghanistan.

"Yang dari kedua negara ini dulu belum pernah, dan baru muncul akhir-akhir ini," katanya.

Mereka bukan menjadikan Batam sebagai tujuan tetapi sebagai tempat transit saja.

Jika ada yang tertangkap, katanya, maka akan diserahkan ke Kantor Imigrasi untuk ditangani.

Pulau Galang yang tidak jauh dari Batam pernah menjadi tempat penampungan ribuan pengungsi asal Vietnam pada akhir 1970an hingga 1990an karena situasi keamanan negara itu tidak kondusif.

Tahun 1996, mereka telah dikembalikan ke negara asalnya namun sebagian memilih tinggal di negara lain.

Mereka masuk ke Indonesia dengan menggunakan perahu kayu dan Pemerintah Indonesia menjadikan pulau itu sebagai tempat penampungan.

Selain itu, kata Bambang, Batam juga telah menjadi daerah transit narkoba bahkan pernah ditemukan pabrik narkoba skala besar di kota pulau itu.

Jaringan narkoba yang dibatam diduga berskala internasional karena sering ada penangkapan kurir di pelabuhan dan bandara internasional.

"Yang tertangkap, ya kurirnya. Mereka masuk ke Batam lewat pelabuhan," katanya.

Batam dikelola pemerintah pusak sejak tahun 1971 melalui Badan Otoritam Batam yang kini berubah nama menjadi Badan Pengusahaan Batam.

Perubahan itu dilakukan karena perkembangan cukup pesat baik dari sisi sumber daya manusia dan aktivitas perekonomian.

Jumlah pendudukan naik pesat dari enam ribu pada 1971 menjadi 900 ribu pada 2009.

Pulau yang dulunya hanya pangkalan logistik PT Pertamina kini menjadi kawasan industri terkemuka di Indonesia.

Batam kini dilengkapi dengan pendukung industri antara lain jalan raya 1.150 km, empat pelabuhan penyeberangan, tiga pelabuhan kargo, enam waduk air dan bandara internasional yang bisa didarati semua jenis pesawat komersial karena punya landasan pacu sepanjang 4.000 meter.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009