"Indonesia selaku penggagas Rencana Aksi Bali yang dihasilkan dua tahun yang lalu akan terus mengupayakan pencapaian kesepakatan di Kopenhagen," kata Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Rachmat Witoelar melalui siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa.
Rachmat juga merupakan Ketua Delegasi RI ke Perundingan Internasional Perubahan Iklim PBB di Barcelona, Spanyol pada 2-6 November 2009.
Perundingan ini merupakan seri perundingan terakhir sebelum pertemuan Para Pihak ke-15 di Kopenhagen bulan Desember mendatang.
"Tidak akan banyak waktu tersisa. Tanpa komitmen serius Amerika Serikat dan Negara Maju lainnya dalam upaya pengurang emisi gas rumah kaca mereka, Perundingan UNFCCC di Kopenhagen akan gagal menyelamatkan bumi," kata Rachmat Witoelar
Racmat mengatakan Delegasi Indonesia akan terus berupaya menjembatani perbedaan di antara para pihak dalam pencapaian tujuan global tersebut.
Sedangkan Menteri Perubahan Iklim dan Energi Denmark selaku Presiden COP-15, Connie Hedegaard menegaskan kembali bahwa pertemuan Kopenhagen harus menghasilkan kesepakatan ambisius sesuai amanat Mandat Bali.
Pada "Climate Change Talks" (pembicaraan perubahan iklim) di Bangkok, Oktober lalu, UNFCCC belum berhasil menyepakati target global penurunan emisi gas rumah kaca jangka menengah dan jangka panjang.
Sementara itu Perundingan mengenai kelanjutan Protokol Kyoto juga masih menemui "jalan buntu" karena keengganan negara maju merundingkan target mereka dalam fase komitmen kedua set tahun 2012.
Sudan, selaku ketua koalisi Negara berkembang (Kelompok 77) menyampaikan pernyataan keras bahwa langkah Negara maju `membunuh? proses Kyoto merupakan pengingkaran atas komitmen mereka.
Rachmat mengatakan terlihat ada upaya "penyanderaan" oleh negara maju terkait dengan isu komitmen mitigasi Negara maju dan aksi mitigasi Negara berkembang.
Negara maju mendesak negara berkembang terikat dalam rezim hukum perubahan iklim melalui satu kesepakatan yang menggabungkan elemen Protokol dan proses yang tengah berlangsung dalam kerangka `long term cooperative action` (aksi bersama jangka panjang).
"Indonesia akan terus mendorong penetapan target mitigasi negara maju paling sedikit 40 persen dari tingkat emisi mereka di tahun 1990 dan mengajak beberapa Negara Berkembang yang besar untuk melakukan aksi sukarela mitigasi perubahan iklim selaras dengan komitmen sukarela Indonesia yang diumumkan Presiden RI pada kesempatan KTT G-20 September lalu," kata Rachmat.
Rachmat melanjutkan saatnya tiba untuk menjadikan pernyataan para pemimpin negara di berbagai forum internasional sebagai panduan perdebatan di meja perundingan.
"Indonesia siap berperan aktif membantu pencapaian kesepakatan dimaksud," tambahnya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009