Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah perlu membentuk Dewan Inovasi, Entrepeneur (wirausaha) dan Daya Saing nasional untuk mengantisipasi ketatnya kompetisi dan perubahan tatanan di era globalisasi.
Dewan ini bisa dijadikan sebagai "tangan kanan" presiden yang membantu merumuskan cetak biru pembangunan jangka menengah dan jangka panjang, sebagaimana telah dibahas dalam forum rembuk nasional (national summit) pekan lalu, kata Ketua Dewan Pendiri Entrepreneurial State 2020 Institute of The Future, Effendi Siradjudin di Jakarta, Selasa.
"National summit harus diposisikan sebagai langkah awal penerapan Indonesia Incorporated atau konsep negara entrepreneur," ujar Effendi.
Indonesia Incorporated menunjuk pada suatu konsep pengelolaan negara berwawasan wirausaha, yang menyinergikan unsur-unsur akademisi, dunia usaha (businessman) dan pemerintah (government) atau ABG.
Paralel dengan itu, menurut Effendi, forum rembuk nasional merupakan upaya untuk menginventarisasi dan memobilisasi seluruh aset kekayaan nasional, pusat maupun daerah.
Namun untuk menindaklanjutinya menjadi cetak biru-bukan sekadar rekomendasi-program pembangunan yang berwawasan wirausaha, diperlukan Dewan Inovasi, Entrepreneur, dan Daya Saing Nasional (IEDS).
Effendi menambahkan, menilik struktur pemerintahan SBY-Boediono yang memiliki tiga menteri koordinator, maka Dewan IEDS sebaiknya menyatu ke dalam Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Dewan IEDS diusulkan beranggotakan terutama dari tiga unsur ABG yang terkemuka.
Selain berfungsi sebagai lembaga pengawasan terhadap operasi pembangunan, Dewan IEDS juga menjadi alat bantu presiden untuk menerapkan konsep negara entrepreneur. "Ini dilakukan melalui penerapan kaidah-kaidah inovasi, wirausaha dan daya saing ke dalam semua sistem pengelola negara baik legislatif, eksekutif dan yudikatif," ujarnya.
Keberadaan Dewan IEDS sekaligus menjawab strategi "triple track" SBY yakni pro pertumbuhan, pro pemerataan, dan pro pengurangan kemiskinan, yang dilaksanakan melalui upaya pemberdayaan, entrepreneurship dan inovasi.
Effendi berpendapat, konsep negara wirausaha merupakan jawaban terhadap tantangan ideologisasi pada abad 21. Selain penuh persaingan, pada abad 21 juga terjadi perubahan menyusul berlangsungnya pergeseran pusat inovasi, keuangan, teknologi, dan pertumbuhan dari Barat ke Timur.
"Negara yang maju adalah negara yang bercirikan entrepreneur," katanya.
Cirinya, pengelolaan negara yang memadukan unsur-unsur ABG yang bekerja keras, berani mengambil risiko, mampu manfaatkan peluang, juga mampu memobilisasikan seluruh kekayaan nasional bahkan global yang dimiliki atau yang belum dimiliki.
"Itu semua dilakukan untuk mencapai nilai tambah nasional berupa keuntungan, saham, modal, aset, pajak, investasi, teknologi, manajemen, reputasi, dan daya saing melalui sinergi perusahaan nasional besar menengah kecil dan mikro/informal, serta nilai tambah pemangku kepentingan lainnya," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009
Untuk apa pakai dewan segala kalau pemerintah masih belum berpihak pada wirausahawan? Apalagi wirausahawan menengah-kebawah?
Tanya saja warga jelata yang ingin membangun bisnis betapa susahnya harus melewati birokrasi yang berbelit-belit. Jutaan habis belum lagi bisnis berjalan?
Omong kosong!