Jakarta (ANTARA News) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Patrialis Akbar mengatakan, pihaknya yakin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak terlibat dalam kasus dugaan rekayasa yang menjerat pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif.
"Presiden sama sekali tidak terlibat. Seujung kuku pun," kata Patrialis usai menghadiri sidang uji materi Undang-Undang (UU) KPK di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa.
Patrialis menuturkan dugaan rekayasa ini merupakan permainan orang-orang yang terlibat pada percakapan rekaman yang diduga antara pengusaha Anggodo dengan sejumlah pejabat penegak hukum.
Dia menginginkan siapa pun yang mencatut atau menjual nama Presiden SBY agar secepatnya diusut tuntas. "Ini kan fitnah mencemarkan nama baik," ujarnya.
Patrialis juga memohon kepada seluruh pihak agar tidak mempolitisasi hal tersebut karena berkaitan dengan nama Kepala Negara. "Mohon dengan hormat ini jangan dianggap suatu kebenaran," katanya.
Patrialis mengatakan, pihaknya akan menyerahkan sepenuhnya kepada majelis hakim Mahkamah Konstitusi untuk mengambil kesimpulan terkait isi rekaman.
Politikus asal Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyatakan, pihaknya belum bersedia menjabarkan langkah selanjutnya terhadap isi rekaman yang mencatut nama Presiden.
Patrialis menegaskan, pada prinsipnya Presiden SBY telah memerintahkan untuk mengusut tuntas bila ada yang mencemarkan nama baiknya.
MK menggelar sidang permohonan uji materi terhadap UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, khususnya Pasal 32 ayat 1 huruf c berkaitan dengan Pimpinan Komisi Pemberantarasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena menjadi terdakwa kasus tindak pidana, serta Pasal 32 ayat 3.
Agenda sidang menghadirkan ahli mantan Ketua Komnas Hak Asasi Manusia Abdul Hakim Garuda Nusantara dan pakar pidana dari Universitas Indonesia Rudy Satrio, serta mendengarkan isi rekaman dan transkrip dugaan rekayasa penetapan tersangka dua pimpinan KPK nonaktif, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah. (*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009