Untuk mengetahui kondisi terkini, Konsul RI di Darwin Harbangan Napitupulu, Selasa, mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Pemerintah Negara Bagian Northern Territory (NT) dan instansi terkait Australia yang bertanggung jawab terhadap penanganan kebocoran minyak yang telah terjadi sejak 21 Agustus.
"Kita terus berkoordinasi dengan pemerintah NT dan instansi terkait Australia yang menangani upaya penanggulangan bencana kebocoran sumur minyak Rig `West Atlas` ini dan kemungkinan dampaknya terhadap kawasan perairan Indonesia, baik dampak lingkungan maupun ekonomi bagi para nelayan Indonesia," katanya.
Napitupulu mengatakan, pada sekitar pertengahan Oktober, pihaknya telah bertemu pejabat pemerintah NT untuk menanyakan perihal kebocoran sumur minyak perusahaan eksplorasi dan produksi minyak Thailand ini.
"Dalam pertemuan itu, pemerintah NT menegaskan posisi pihaknya yang hanya sebagai pemberi lisensi (izin) penambangan sedangan masalah teknis, lingkungan dan lain sebagainya ditangani otoritas federal," katanya.
Berkaitan dengan penanganan dan pemantauan lapangan terhadap dampak kebocoran sumur minyak Rig "Atlas Barat" PTTEP AA ini, ia mengatakan, otoritas terkait Australia sempat melibatkan dua anggota tim teknis Ditjen Perhubungan Laut Dephub RI dalam survei lapangan di lokasi kejadian belum lama ini.
Namun pihaknya tidak mengetahui temuan dua orang anggota tim teknis Dephub RI tersebut karena, seperti yang pernah disampaikan Juru Bicara Deplu RI Teuku Faizasyah, Deplu RI juga belum mendapat laporan resmi tim Dephub itu, kata Napitupulu.
Sementara itu, menyusul terjadinya kebakaran di Rig "Atlas Barat" yang sumurnya mengalami kebocoran sejak 21 Agustus lalu itu, Stasiun TV "Channel Seven" dan "Sky News" Australia mulai menyoroti dampak bencana yang dilaporkan keduanya telah mencemari perairan Indonesia itu.
Stasiun TV "Sky News", Selasa, mengutip laporan Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) bahwa genangan minyak dari sumur Rig "Atlas Barat" di Laut Timor yang bocor itu telah mengancam kehidupan tujuh ribu nelayan miskin Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Jadi Isu Politik
Masalah kebocoran sumur minyak PTTEP Australasia Ltd yang telah mencemari Laut Timor itu telah berkembang menjadi isu politik domestik Australia.
Bahkan Ketua Partai Hijau Australia Bob Brown, misalnya, telah meminta Perdana Menteri Kevin Rudd agar memecat anggota kabinetnya, Martin Ferguson, karena sikapnya yang meremehkan masalah kebocoran sumur minyak PTTEP AA ini.
Ia mengatakan, pada 23 Agustus, Menteri Sumberdaya dan Energi yang juga Menteri Pariwisata, Martin Ferguson, mengeluarkan pernyataan yang meremehkan kebocoran minyak ini dengan menyebutnya sebagai "penguapan alami."
Selain meminta pemberhentian Ferguson, politisi senior Partai Hijau Australia itu juga meminta PM Rudd agar mengambil alih penanganan bencana kebocoran sumur minyak dan kebakaran Rig "Atlas Barat" ini serta dilakukan pemeriksaan pengadilan penuh.
"Menyerahkan operasi pembersihan (kebocoran minyak-red.) pada perusahaan ini bukanlah hal yang baik. Kini saatnya Kevin Rudd bertindak dan melakukan apa yang sepatutnya dilakukan Menteri (Martin Ferguson) Agustus lalu," katanya.
Berkaitan dengan penanganan bencana, Direktur PTTEP Australasia Jose Martins dalam siaran persnya mengatakan, pihaknya melanjutkan upaya mematikan sumur minyak dan pemadaman kebakaran di ladang Montara dan sekitar Rig "Atlas Barat".
"Cara terbaik dan teraman untuk memadamkan kebakaran adalah `mematikan sumur` dengan memompa sekitar empat ribu barel lumpur berat ke dalam sumur yang bocor dari bor `West Triton`," katanya.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009