Brisbane (ANTARA News) - Partai Hijau Australia menilai kebijakan "Solusi Indonesia" yang dipakai Perdana Menteri Kevin Rudd untuk membendung serbuan para pencari suaka asing ke Australia lewat laut telah gagal.
Karena itu, Partai Hijau Australia mendesak PM Rudd agar menarik pulang Kapal "Oceanic Viking" yang membawa 78 orang pencari suaka asal Sri Lanka dari perairan Indonesia.
Sikap politik Partai Hijau itu disampaikan juru bicaranya untuk urusan imigrasi dan hak azasi manusia, Senator Sarah Hanson-Young, dalam pernyataan persnya yang diperoleh ANTARA, Selasa, menanggapi drama penolakan para warga Tamil Sri Lanka itu untuk meninggalkan "Oceanic Viking".
"Kisah Oceanic Viking ini sudah memasuki pekan ketiga. Kini waktunya Kevin Rudd mengakhiri kebuntuan ini dan membawa pulang kapal itu," katanya.
Senator Young mengatakan, pihaknya mengkhawatirkan kondisi kesehatan dan kesejahteraan para pencari suaka di kapal Bea Cukai Australia itu.
"Solusi Indonesia sudah gagal. Kini saatnya digunakan solusi Australia yang praktis, berjangka panjang, dan manusiawi. Tidaklah manusiawi menahan orang-orang lemah, anak-anak dan keluarga-keluarga yang hidupnya terlantar di atas kapal selama berminggu-minggu," katanya.
Drama penolakan 78 warga Sri Lanka untuk meninggalkan "Oceanic Viking" yang lego jangkar sekitar 10 mil dari pantai Pulau Bintan, Indonesia itu diperparah dengan keluarnya ancaman mereka melakukan "bunuh diri massal" jika mereka diserahkan ke otoritas Indonesia.
Ancaman bunuh diri massal itu terungkap dalam wawancara reporter "Channel Seven" dengan seorang pencari suaka Tamil yang berada di atas "Oceanic Viking" lewat telepon selular yang diseludupkan ke kapal tersebut, Senin (2/11).
Seorang pencari suaka yang diwawancarai itu menegaskan mereka tidak ingin dikembalikan ke Indonesia.
"Jika dikembalikan, kami akan mengakhiri hidup kami di laut," kata pria Tamil yang tidak disebutkan namanya itu dalam bahasa Inggris yang relatif lancar.
Selain mengancam bunuh diri dengan terjun ke laut, pria Tamil itu juga mengklaim bahwa para pencari suaka yang sudah berada di kapal "Oceanic Viking" diperlakukan secara tidak manusiawi dan tidak mendapat makanan yang cukup.
Lima anak-anak
Di antara 78 orang pencari suaka asal Sri Lanka itu, terdapat lima orang wanita dan lima orang anak-anak, termasuk anak berusia sembilan bulan.
Ancaman sebagai bentuk tekanan para pencari suaka Tamil Sri Lanka terhadap pemerintah Australia ini bukan yang pertama. Pada 24 Oktober lalu misalnya, Departemen Dalam Negeri Australia melaporkan bahwa para pencari suaka ini juga melancarkan aksi mogok makan.
Dalam aksi tersebut, para pria Tamil menolak menyantap makanan yang disajikan para awak kapal "Oceanic Viking". Mereka hanya minum air namun aksi "mogok makan" ini tidak diikuti oleh para pencari suaka wanita dan anak-anak.
Sejak September 2008, Australia terus diganggu kedatangan ribuan orang pencari suaka asal sejumlah negara yang didera perang, seperti Afghanistan dan Sri Lanka.
Dalam menyikapi isu kedatangan ribuan pencari suaka ke negaranya, PM Rudd melihat "faktor-faktor keamanan global" sebagai pendorong munculnya kasus-kasus baru para pencari suaka ke Australia sedangkan kubu oposisi menuding perubahan kebijakan pemerintah federal Australia sebagai pemicunya.
Di era pemerintahan PM John Howard, Australia menerapkan kebijakan "Solusi Pasifik", yakni para pencari suaka yang tertangkap di perairan negara itu dikirim ke Nauru. Mereka yang dianggap pantas diberi visa proteksi sementara.
Setelah pemerintahan beralih ke tangan Partai Buruh Australia, kebijakan "Solusi Pasifik" dan "visa proteksi sementara" ini kemudian dihapus.
Sebagai penggantinya, pemerintahan PM Rudd sepenuhnya memberdayakan keberadaan pusat penahanan imigrasi di Pulau Christmas dan memberikan visa residen tetap bagi para pencari suaka yang telah menjalani pemeriksaan dan mendapatkan status pengungsi.
Setiap tahun Australia menerima sedikitnya 13.500 orang pengungsi. (*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009