Polda Babel dan Kejati Babel harus usut tuntas dugaan praktik melawan hukum ini
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Polda Bangka Belitung (Babel) mengusut kejanggalan di dalam penerbitan persetujuan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) kepada tiga perusahaan smelter peleburan biji timah, yakni PT BT, PT PTU, dan PT BIP.
Dengan terbitnya persetujuan RKAB terhadap tiga perusahaan tersebut, maka bisa langsung melakukan ekspor timah batangan.
"Perusahaan tersebut tidak melakukan eksplorasi dan eksploitasi. Saya minta diusut tuntas oleh Kejati dan Kapolda," kata Khairul Saleh dalam keterangan tertulisnya, diterima di Jakarta, Jumat (10/7).
Baca juga: Komisi VI DPR sarankan Pemprov Babel beli saham PT Timah
Khairul menduga proses mendapatkan RKAB tersebut tidak sesuai dengan mekanisme dan aturan yang berlaku, sebab di tahun 2018, ketiga perusahaan tersebut tidak lolos mendapatkan izin RKAB karena memiliki sejumlah permasalahan.
Ia menambahkan bahwa persetujuan RKAB tersebut belum lama diterbitkan oleh Gubernur Babel Erzaldi Rosman.
Alasan dikeluarkannya izin RKAB tiga smelter tersebut, menurut Pelaksana tugas Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Babel Amir Syahbana, adalah untuk menghidupkan sektor ekonomi akibat dampak COVID-19 berdasarkan arahan Presiden Republik Indonesia.
Namun, Khairul Saleh menegaskan bahwa penerbitan RKAB harus sesuai mekanisme dan aturan yang berlaku tanpa adanya intervensi.
"Polda Babel dan Kejati Babel harus usut tuntas dugaan praktik melawan hukum ini," ucap Khairul Saleh menegaskn.
Lebih lanjut, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengaku telah memperoleh informasi tentang adanya 1.200 hingga 2.000 ton stok timah di Babel yang tidak jelas asal usulnya.
Ia pun mempertanyakan hal tersebut, karena mungkin stok tersebut juga untuk diekspor.
Baca juga: PT Timah serahkan Rp1 miliar bantu Pemprov Babel tangani COVID-19
"Ada stok timah 1.200 sampai 2.000 ton yang asal usulnya tidak jelas. Saya minta disita yang berwajib untuk dilelang atau dibeli PT. Timah," ujar Khairul Saleh.
Lalu terkait persoalan di PT. Timah TBK, ditemukan ada lima pabrik pengolahan tambang yang bekerja sama dengan PT Timah yang produksinya untuk diekspor, yakni CV VIP, PT RBT, CV DJA/SIP, PT TIN dan PT SBS.
Hal itu juga dinilai janggal oleh Komisi III DPR RI sehingga anggota panitia kerja (Panja) pengawasan penegakan hukum Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Supriansa meminta PT Timah bekerja sama dengan perusahaan di luar lima perusahaan di atas.
"Selanjutnya, bisa kah PT. Timah membuka diri untuk bekerja sama dengan perusahaan di luar dari yang lima yang sudah memiliki kontrak lebih awal dengan PT. Timah," kata Supriansa.
Sebelumnya, Tim Panja pengawasan penegakan hukum Komisi III DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Bangka Belitung pada Kamis (9/7) dalam rangka bertemu dengan PT Timah, Kapolda, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Gubernur Babel yang diwakili Sekretaris Daerah.
Kedatangan Komisi III DPR RI ke Provinsi Bangka Belitung terkait dengan fungsi pengawasan DPR RI terhadap penegakan hukum dalam hal penerimaan negara pada sektor pertambangan.
Baca juga: PT Timah bangun smelter baru berkapasitas 40.000 ton
Persoalan pada penegakan hukum di sektor pertambangan mengakibatkan terjadinya kebocoran terhadap penerimaan negara, sehingga penerimaan negara tidak maksimal sebagaimana yang diharapkan.
Misalnya, ditemukan kegiatan/praktik ilegal pada sektor pertambangan yang seakan-akan luput dari pengawasan hukum.
Ini menjadi perhatian dari Panja Pengawasan Penegakan Hukum Komisi III DPR RI agar dapat segera direspons dan diatasi.
Panja Pengawasan Penegakan Hukum Komisi III DPR memandang perlu untuk melaksanakan kunjungan kerja spesifik ke Provinsi Bangka Belitung.
Hal itu dimaksudkan untuk memastikan bahwa penegakan hukum di sektor pertambangan berjalan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku dan dilaksanakan secara serius dan sungguh-sungguh.
Komisi III DPR RI mendorong pihak aparat penegak hukum dan instansi terkait untuk bersama-sama tanpa adanya ego sektoral dalam melakukan penegakan hukum terhadap sektor pertambangan yang ilegal untuk memaksimalkan penerimaan negara.
Baca juga: Smelter di Babel Dicurigai "Penadah" Timah Illegal
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020