Kelemahan yuridis formal pelaksanaan sidang daring tersebut perlu kita pahami bersama, mengingat KUHAP memang belum mengatur mengenai pelaksanaan sidang secara daring
Jakarta (ANTARA) - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Sunarta menegaskan inovasi berupa persidangan daring merupakan sebuah upaya agar proses penegakan hukum tetap berjalan dan meminimalkan jumlah pengumpulan massa untuk mencegah penyebaran penyakit COVID-19.
"Pelaksanaan persidangan dilakukan secara langsung melalui tatap muka harus dihindari di masa pandemik karena menjadi ajang berkumpulnya massa. Oleh karena proses persidangan harus tetap berjalan, maka digagaslah suatu inovasi berupa persidangan daring, sehingga proses penegakan hukum tidak berhenti dan upaya untuk menghambat laju penyebaran COVID-19 tetap berjalan sebagaimana yang diharapkan," kata Sunarta dalam webinar yang mengangkat tema "Persidangan online sebagai inovasi beracara pidana di masa pandemik COVID-19", Jakarta, Rabu.
Ia menambahkan Kejaksaan Agung telah mengeluarkan instruksi kepada para jaksa agar memanfaatkan teknologi konferensi video dalam melakukan persidangan.
Baca juga: Jaksa Agung minta penuntutan perhatikan hati nurani dan keadilan
"Sejalan dengan tersebut Jaksa Agung RI telah mengeluarkan Instruksi Jaksa Agung Nomor 5 Tahun 2020 tanggal 23 Maret 2020 tentang Kebijakan Pelaksanaan Tugas dan Penanganan Perkara Selama Masa Pencegahan Penyebaran COVID-19 di Lingkungan Kejaksaan RI dan Surat Jaksa Agung Nomor B-049/A/SUJA/03/2020 tanggal 27 Maret 2020 Perihal Optimalisasi Pelaksanaan Tugas, Fungsi dan Kewenangan Di tengah Upaya Mencegah Penyebaran COVID-19. Di mana dalam dua kebijakan tersebut menyebutkan dan memerintahkan kepada para Jaksa di seluruh Indonesia untuk melakukan sidang melalui teleconference," paparnya.
Sunarta mengapresiasi adanya perjanjian kerja sama antara tiga lembaga yaitu Mahkamah Agung, Kejaksaan RI dan Lapas yang mendukung diadakannya persidangan daring pada 13 April lalu.
Ia memaparkan bahwa hingga tanggal 6 Juli 2020, kejaksaan telah melaksanakan persidangan daring sebanyak 176.912 perkara tindak pidana umum.
Meski demikian, dia menjelaskan keabsahan model persidangan daring masih menimbulkan perdebatan karena belum ada aturan resmi yang tercantum dalam KUHAP.
"Kelemahan yuridis formal pelaksanaan sidang daring tersebut perlu kita pahami bersama, mengingat KUHAP memang belum mengatur mengenai pelaksanaan sidang secara daring," ujarnya.
Baca juga: Dampak COVID-19, PN Trenggalek terapkan persidangan secara daring
Selain itu, Sunarta juga menjelaskan berbagai tantangan yang dihadapi saat mengadakan persidangan daring yang sering dihadapi di lapangan.
"Dalam praktik di lapangan selama masa pandemik COVID-19, Kejaksaan RI juga menghadapi berbagai hambatan dan tantangan dalam pelaksanaan persidangan daring antara lain jaringan internet yang tidak stabil, kurang maksimalnya pembuktian pada saat persidangan daring, penggunaan aplikasi zoom yang rawan akan potensi peretasan, kemudian kesulitan waktu sidang antara ruang tahanan dan ruang sidang lainnya," ucapnya.
Terlepas dari hal tersebut, menurutnya selama asas-asas hukum acara pidana terpenuhi yaitu peradilan cepat, biaya ringan, dan sederhana maka kejaksaan akan terus mengadakan persidangan secara daring selama masa darurat kesehatan yang ditetapkan pemerintah.
Sunarta berharap pelaksanaan persidangan daring dapat diakomodasi dalam KUHAP sehingga dapat dibuat suatu standardisasi penyelenggaraan persidangan daring.
"Kami merekomendasikan agar persidangan secara daring ini dapat diatur secara tegas menjadi norma baru dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sekaligus menyiapkan standarisasi penyelenggaraan persidangan daring serta perangkat perlindungan bagi para pihak yang terlibat dalam persidangan daring," katanya.
Baca juga: Rutan Bandung gelar sidang online
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020