Nairobi (ANTARA News/Reuters) - Gerilyawan garis keras Somalia al-Shabaab menutup tiga organisasi wanita di kota yang mereka kuasai, Balad Hawa, Senin, untuk mencegah wanita pergi bekerja, kata seorang pemimpin gerilya.

"Kami mengambi langkah ini setelah kami mengakui bahwa wanita harus tinggal di dalam rumah mereka dan merawat anak mereka... Islam tidak mengizinkan wanita pergi ke tempat kerja," kata Maalim Daaud Mohmed, pemimpin Balad Hawa, kepada Reuters melalui telefon.

Balad Hawa terletak di perbatasan Somalia dengan Kenya, di dekat kota Mandera, Kenya.

Organisasi-organisasi rakyat jelata yang ditutup itu adalah Organisasi Wanita Bisnis Halgan, Organisasi Hak Asasi Manusia Sed Huro dan Wanita Farhan bagi Perdamaian, katanya.

Al-Shabaab menerapkan hukum sharia Islam yang ketat di sebagian besar wilayah selatan Somalia dan daerah-daerah Mogadishu, ibukota negara tersebut.

Pengadilan Islam yang dikelola para ulama al-Shabaab memerintahkan eksekusi, pencambukan dan amputasi di sebagian besar wilayah Kismayu dan daerah-daerah Mogadishu yang mereka kuasai.

Pemimpin gerilya Somalia itu juga mengatakan, mereka akan menutup lima organisasi non-pemerintah di kawasan itu. Ia tidak menyebutkan nama lembaga-lembaga tersebut.

Di Mogadishu, pemerintah Presiden Sheikh Sharif Ahmed yang didukung PBB menjatuhkan hukuman mati pada enam prajurit atas tuduhan membunuh seorang prajurit rekan mereka.

"Kami memvonis enam anggota militer hukuman mati karena membunuh seorang prajurit pemerintah," kata Ali Hassan Isak, ketua pengadilan militer Somalia, kepada Reuters, Senin.

Ia menambahkan, tiga dari keenam terpidana itu divonis in absentia karena mereka berhasil melarikan diri dari penangkapan tak lama setelah insiden itu. Keenam prajurit itu dituduh melepaskan tembakan ke arah seorang prajurit yang sedang berada di dalam sebuah mobil, Minggu, yang menewaskannya.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.

Sejak awal 2007, gerilyawan menggunakan taktik bergaya Irak, termasuk serangan-serangan bom dan pembunuhan pejabat, pekerja bantuan, intelektual dan prajurit Ethiopia.

Ribuan orang tewas dan sekitar satu juta orang hidup di tempat-tempat pengungsian di dalam negeri akibat konflik tersebut.

Pemerintah sementara telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan sejumlah tokoh oposisi, namun kesepakatan itu ditolak oleh al-Shabaab dan kelompok-kelompok lain oposisi yang berhaluan keras.

Washington menyebut al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Gerilyawan muslim garis keras, yang meluncurkan ofensif sejak 7 Mei untuk menggulingkan pemerintah sementara dukungan PBB yang dipimpin oleh tokoh moderat Sharif Ahmed, meningkatkan serangan-serangan mereka.

Tiga pejabat penting tewas dalam beberapa hari, yang mencakup seorang anggota parlemen, seorang komandan kepolisian Mogadishu dan seorang menteri yang terbunuh dalam serangan bom bunuh diri.

Selain pemberontakan berdarah, pemerintah Somalia juga menghadapi rangkaian perompakan di lepas pantai negara itu.

Pemerintah transisi lemah Somalia tidak mampu menghentikan aksi perompak yang membajak kapal-kapal dan menuntut uang tebusan bagi pembebasan kapal-kapal itu dan awak mereka.

Perompak, yang bersenjatakan granat roket dan senapan otomatis, menggunakan kapal-kapal cepat untuk memburu sasaran mereka.

Perairan di lepas pantai Somalia merupakan tempat paling rawan pembajakan di dunia, dan Biro Maritim Internasional melaporkan 24 serangan di kawasan itu antara April dan Juni tahun lalu saja.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009