Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami keterangan empat saksi mengenai adanya dugaan penerimaan sejumlah uang dengan nominal yang masing-masing berbeda dari pihak mitra penjualan PT Dirgantara Indonesia (PT DI).
KPK, Jumat, memeriksa empat saksi tersebut untuk tersangka bekas Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PT DI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ) dalam penyidikan kasus suap kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT DI Tahun 2007-2017.
"Penyidik mendalami keterangan para saksi tersebut mengenai adanya dugaan penerimaan sejumlah uang dengan nominal yang masing-masing berbeda dari pihak mitra penjualan," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Jumat.
Baca juga: KPK panggil dua petinggi PT DI kasus suap penjualan dan pemasaran
Adapun empat saksi yang diperiksa, yaitu Pjs Manajer Sales Operation PT DI Ibnu Bintarto, Kadiv Pemasaran PT DI 2007-2012 Arie Wibowo, Kadiv Perbendaharaan PT DI Dedy Iriandy, dan Direktur Keuangan PT DI 2012-2017 Uray Azhari.
"Selanjutnya uang tersebut diserahkan kepada pihak 'end user' (pemberi kerja dalam hal ini pihak-pihak di PT DI) yang saat ini masih terus akan didalami lagi oleh penyidik," kata Ali.
Selain Irzal, KPK juga telah menetapkan mantan Direktur Utama PT DI Budi Santoso (BS) sebagai tersangka. Keduanya telah diumumkan sebagai tersangka pada 12 Juni 2020.
Diketahui pada awal 2008, tersangka Budi dan tersangka Irzal bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PT DI.
Baca juga: KPK konfirmasi Budiman Saleh soal penganggaran mitra penjualan PT DI
Dalam setiap kegiatan, tersangka Budi sebagai direktur utama dan dibantu oleh para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PT DI. Adapun proses mendapatkan dana untuk kebutuhan tersebut dilakukan melalui penjualan dan pemasaran secara fiktif.
Pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT DI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama sehingga KPK menyimpulkan telah terjadi pekerjaan fiktif.
Selanjutnya pada 2011, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
Baca juga: KPK dalami saksi soal kontrak dan penganggaran mitra penjualan PT DI
Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut terdiri dari pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 juta dolar AS atau sekitar Rp125 miliar, akibatnya total terjadi kerugian negara yang nilainya sekitar sekitar Rp330 miliar.
Setelah enam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT DI, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT DI di antaranya tersangka Budi, tersangka Irzal, Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan, dan Budiman Saleh selaku Direktur Niaga dan Restrukturisasi PT DI.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020