Mosul, Irak (ANTARA News/AFP) - Seorang mantan kolonel angkatan darat Irak pada era pemerintahan Saddam Hussein dibunuh di depan rumahnya di kota bergolak Mosul, Irak utara, Senin, kata beberapa saksi mata dan polisi.
Abdul Khalaq Mohammed Saeed, yang kini menjadi kepala keamanan di perusahaan ponsel Asiacell di Mosul, ditembak oleh orang-orang bersenjata ketika ia berdiri di pintu gerbang rumahnya di daerah barat kota tersebut.
"Ia sedang berdiri di pintu gerbang ketika dua penyerang datang dan menembak kepalanya," kata seorang tetangga yang tidak bersedia disebutkan namanya.
"Ketika ia jatuh, mereka menembaknya lagi empat kali dan kemudian mereka kabur," tambahnya.
Penjelasan tetangga itu dikonfirmasi oleh polisi dan rekan-rekan Saeed di Asiacell.
Saeed, yang berusia pertengahan 50-an tahun, hidup bersama istri dan keempat anaknya.
Meski kekerasan menurun secara dramatis di Irak dibanding 18 bulan lalu, serangan-serangan terus berlangsung, khususnya di Baghdad dan Mosul, 350 kilometer sebelah utara ibukota Irak tersebut.
Data yang dikeluarkan Senin menunjukkan bahwa 410 orang, termasuk 343 warga sipil, tewas akibat kekerasan pada Oktober, lebih dari dua kali lipat dari angka kematian pada bulan sebelumnya.
Sehari sebelumnya, Minggu, sejumlah orang tewas dalam rangkaian serangan bom di beberapa penjuru Irak.
Serangan-serangan itu dilakukan sepekan setelah dua serangan bom bunuh diri di Baghdad pusat menewaskan 153 orang dalam kekerasan paling mematikan di Irak dalam lebih dari dua tahun.
Serangan-serangan bom mobil di luar kementerian kehakiman dan kantor pemerintah provinsi Baghdad pada Minggu (25/10) itu terjadi setelah serangan-serangan serupa yang menewaskan sekitar 100 orang di kementerian-kementerian keuangan dan luar negeri pada 19 Agustus.
Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.
Pemboman di Baghdad dan di dekat kota bergolak Mosul tampaknya bertujuan mengobarkan lagi kekerasan sektarian mematikan antara orang-orang Sunni dan Syiah yang membawa Irak ke ambang perang saudara.
Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.
Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003.
Jumlah korban tewas akibat kekerasan di Irak turun hingga sepertiga menjadi 275 pada Juli, bulan pertama pasukan Irak bertanggung jawab atas keamanan di daerah-daerah perkotaan sejak invasi pimpinan AS pada 2003.
Kekerasan menurun secara berarti di Irak dalam beberapa bulan ini, namun serangan-serangan meningkat menjelang penarikan militer AS, dan 437 orang Irak tewas pada Juni -- jumlah kematian tertinggi dalam kurun waktu 11 bulan.
Perdana Menteri Nuri al-Maliki memperingatkan pada Juni bahwa gerilyawan dan milisi mungkin meningkatkan serangan mereka dalam upaya merongrong kepercayaan masyarakat pada pasukan keamanan Irak.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009