Jakarta (ANTARA) - Pakar Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof Hasbullah Thabrany mengatakan pemeriksaan spesimen berdasarkan tracing atau penelusuran tidak dapat menentukan zonasi COVID-19 di suatu wilayah.
"Artinya, penambahan atau penurunan kasus itu tidak bisa menentukan zona selama pemeriksaannya berdasarkan tracing," kata pakar yang juga Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia itu melalui sambungan telepon di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Yurianto: Banyaknya kasus baru karena tracing agresif dan tes masif
Ia mengatakan penambahan atau penurunan kasus yang diperoleh dari pemeriksaan berdasarkan penelusuran terhadap orang-orang yang diduga memiliki kontak dekat dengan pasien positif COVID-19, tidak dapat memastikan suatu zona disebut zona hijau, kuning, oranye atau merah.
Pemeriksaan berdasarkan penelusuran tersebut hanya merupakan data sementara dan tidak menunjukkan gambaran jumlah kasus secara pasti di lapangan dan di suatu wilayah.
"Artinya, perubahan zona kasus itu sebenarnya tidak bisa dilihat dari per hari kasusnya nambah atau naik, karena kalau kasus kita naik sedikit itu juga karena jumlah tesnya masih terlalu sedikit juga," kata dia.
Oleh karena itu, untuk melihat data kasus sebenarnya yang ada di suatu wilayah, pemerintah perlu melakukan survei berdasarkan populasi.
"Harus dilihat dari namanya survei di populasi, di masyarakat, bukan dari hasil tes. Surveinya tentu dengan tes, tapi tes yang basisnya bukan berdasarkan tracing," katanya.
Baca juga: Pemkot Malang siapkan tim khusus deteksi potensi penyebaran COVID-19
Baca juga: Risma tekankan "tracing" dan pemetaan wilayah dalam penanganan COVID
"Kalau sekarang kan berbasis tracing. 'Oh, ini ada yang tertular. Ada yang dekat, ada kontak.' Jadi yang ada sekarang itu yang ketahuan saja namanya. Yang positif itu yang ketahuan positif. Yang ada di lapangan kita enggak tahu secara pasti," ujarnya.
Untuk dapat melihat gambaran nyata suatu kasus di suatu wilayah, pemerintah perlu mencari data yang permanen, yaitu dengan melakukan pemeriksaan berdasarkan populasi di suatu wilayah.
"Misalnya, dipilih secara acak dan diketemukan misalnya berapa RW di satu kota. Nah, semua orang di RW itu dites. Nah, berapa persen yang positif. Itu baru data yang bisa dipakai untuk jaminan bahwa kasus sudah turun atau belum," ujarnya.
"Kalau berdasarkan yang ditelusuri, maka tergantung jumlah yang mau dites," kata Hasbullah Thabrany.
Baca juga: Bamsoet minta "tracing" soal siswa Secapa AD COVID-19
Pewarta: Katriana
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020