Jangan sampai aturan ini merugikanJakarta (ANTARA) - Anggota Komisi V DPR RI Ahmad Syaikhu mendesak pemerintah melakukan empat hal penting terkait Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) agar program itu menguntungkan rakyat.
"Jika memang Tapera tidak bisa ditunda, saya mendesak pemerintah melakukan empat hal agar program Tapera menguntungkan rakyat," ujar Syaikhu dalam keterangan yang diterima, di Jakarta, Jumat.
Pertama, dalam Kepmen PUPR No. 242/KPTS/M/2020 diatur batasan maksimal penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Pada kelompok sasaran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sejahtera, KPR Subsidi Bunga Kredit (SSB) dan KPR Subsidi Selisih Marjin (SSM), terdapat batasan penghasilan per bulan maksimal Rp8 juta.
Syaikhu mempertanyakan alasan aturan tersebut.
"Ini dasarnya apa? Rasionalisasinya apa sehingga menetapkan batas maksimal Rp8 juta untuk ikut Tapera?" tanya Syaikhu.
Menurut Syaikhu, angka tersebut bisa merugikan bagi mereka yang berhak ikut Tapera, khususnya bagi suami istri yang memiliki penghasilan gabungan melebihi Rp8 juta.
Misalnya, dia menyontohkan, ada suami istri bekerja di DKI Jakarta, dengan UMR sekitar Rp4,2 jutaan, maka jika digabung jumlahnya Rp 8,4 jutaan. Otomatis pasangan tersebut tidak dapat mengikuti Tapera, padahal mereka belum punya rumah.
"Jangan sampai aturan ini merugikan," tegas Politisi PKS itu.
Syaikhu menyatakan perlunya pijakan yang kuat jika memang ingin menetapkan batas maksimal Rp8 juta, misalnya Rp8 juta dijadikan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Aturan semacam itu dapat menjadi landasan bagi pemerintah untuk mengikutsertakan MBR dalam Tapera. Sebab pajak penghasilannya masih dibebaskan.
Kedua, Syaikhu mengingatkan bahwa di samping mengelola dana dari eks Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum), Tapera juga menerima peserta dari Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), dana wakaf dan dana program pembiayaan perumahan lainnya.
Artinya, kata dia, target 500.000 rumah masih dirasakan kurang. Terlebih backlog pada awal 2020 untuk kelompok ini masih sebesar 1,72 juta unit, belum lagi penambahan kebutuhan perumahan setiap tahunnya.
"Ini tentu saja masih sangat jauh angkanya. Kebutuhannya jelas di atas 500 ribu unit rumah," ungkap Syaikhu.
Ketiga, Syaikhu meminta Tapera ditunda, mengingat situasi yang masih terdampak pandemi COVID-19. Namun, jika tidak dapat ditunda Syaikhu meminta pemerintah memberikan subsidi khususnya kepada ASN Golongan I dan II.
"Idealnya ditunda. Tapi jika pemerintah memaksa, maka saya minta agar ada subsidi bagi ASN Golongan I dan II. Sebab potongan sebesar 2,5 persen itu memberatkan ditengah situasi sekarang," kata Syaikhu.
Keempat, Syaikhu berharap BP Tapera bisa membantu aksesibilitas peserta untuk mendapatkan perumahan. Disamping itu, setelah selesai melakukan cicilan, BP Tapera bisa membantu peserta untuk mendapatkan sertifikat hak milik atas rumahnya.
"Ini sangat penting. Para peserta harus dapat kejelasan status kepemilikan rumah setelah selesai," ujar Syaikhu.
Baca juga: BP Tapera proyeksikan himpun dana Rp60 triliun pada 2024
Baca juga: PUPR: Tapera merupakan inovasi dukung program sejuta rumah
Baca juga: Menaker: Program Tapera hadapi sejumlah tantangan
Baca juga: Anggota DPR: Pengelolaan Tapera harus dipastikan tepat sasaran
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020