Pariaman (ANTARA News) - Pejabat Gubernur Sumatra Barat, Marlis Rahman, menyatakan sangat prihatin atas melonjaknya harga bahan bangun, khususnya kayu pascagempa 7,9 SR dan tanah longsor yang melanda daerah itu akhir September 2009.

"Saya prihatin dengan kondisi harga kayu dan mengecam penyebabnya karena ulah pedagang yang memainkan harga jual terlalu tinggi dan sangat berlebihan," katanya di Pariaman, Minggu.

Menurut Marlis Rahman , tindakan para pedagang itu telah menambah derita masyarakat korban gempa yang ingin membangun kembali rumahnya yang rusak dan roboh rata dengan tanah, serta sejumlah pihak yang ingin membangun rumah darurat bagi korban gempa.

"Tidak akan ada berkahnya mendapat keuntungan dari penderitaan orang lain. Seharusnya para pedagang memikirkan bagaimana harga itu bisa lebih murah sebagai bentuk kepedulian bersama terhadap daerahnya untuk bangkit menghapus duka dan derita pascabencana," tambahnya.

Sebelumnya, salah seorang pedagang bahan bangunan di daerah terkena gempa dan tanah longsor di di Nagari Silangkuang, Kecamatan V Koto, Padang Pariaman, Wan (40) kenaikan harga bahan bangunan karena belum masuknya stok baru, dan barang yang dijual adalah stok lama yang masih tersisa pascagempa.

Karena stok barang hanya yang tersisa pasca gempa sedangkan permintaan meningkat, maka harga juga bergerak naik, katanya.

"Kini, stok masih susah didapati dari agen dan distributor, serta jalur transportasi ke nagari ini juga masih sulit, sehingga barang yang dijual hanya stok lama," tambahnya.

Seorang warga yang membeli bahan bangunan di Nagari itu, Agus (37) mengatakan, terpaksa tetap membeli bahan bangunan untuk memperbaiki rumahnya yang rusak, meski harga telah bergerak naik.

"Saya harus cepat memperbaiki rumah yang retak-retak, karena tidak baik juga lama-lama bermalam ditenda," katanya.

Ia menambahkan, dana pembelian bahan bangunan dari tabungan yang tersisa dan tidak mungkin menunggu dulu bantuan pemerintah yang diperkirakan akan lama cair dan sampai ke tangan korban gempa.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009