Islamabad (ANTARA News/AFP) - Sekitar 250.000 orang meninggalkan kawasan suku di perbatasan dengan Afghanistan dimana militer Pakistan melancarkan ofensif besar-besaran terhadap Taliban pada pekan ketiga, kata seorang pejabat, Minggu.
Angka itu lebih tinggi daripada jumlah 200.000 orang yang dilaporkan militer telah meninggalkan zona konflik di Waziristan Selatan pekan lalu.
Letnan Jendral Nadeem Ahmad, kepala Satuan Pendukung Khusus Pemerintah, mengatakan kepada wartawan, antara 244.000 dan 250.000 orang pergi ke kota-kota wilayah baratlaut, Dera Ismail Khan dan Tank, dimana mereka tinggal bersama keluarga, kerabat, penampung atau di rumah-rumah sewaan.
Kawasan Waziristan Selatan tertutup untuk wartawan dan pekerja bantuan.
Sebuah kelompok hak asasi manusia yang berpusat di AS hari Kamis mendesak Pakistan menjamin bahwa pasokan-pasokan yang memadai bisa menjangkau warga sipil yang terperangkap dalam ofensif itu, dan memperingatkan terjadinya "bencana" tanpa akses bantuan.
Ahmad mengatakan kepada AFP, militer menyediakan jatah pangan 405 ton bagi satu atau dua persen penduduk yang tetap tinggal untuk menjaga harta-benda mereka.
Biasanya sekitar 300.000 orang tinggal di wilayah utara Waziristan Selatan yang menjadi sasaran operasi militer untuk membersihkan "teroris".
Distrik itu merupakan bagian dari kawasan suku Pakistan yang dilanda kekerasan dimana para pejabat AS menyatakan bahwa Al-Qaeda dan sekutunya merencanakan serangan-serangan terhadap Barat.
Sebanyak 30.000 prajurit Pakistan kini mengambil bagian dalam ofensif terhadap sekitar 10.000 hingga 12.000 militan di kawasan suku semi-otonomi yang dilanda kekacauan.
Pasukan Pakistan mengklaim sejumlah kemenangan militer atas Taliban tahun ini, namun serangan-serangan terus berlangsung, sebagian besar di wilayah baratlaut.
Daerah suku Pakistan, khususnya Lembah Swat, dilanda konflik antara pasukan pemerintah dan militan Taliban dalam beberapa waktu terakhir ini.
Militer Pakistan meluncurkan ofensif setelah Taliban bergerak maju dari Swat ke Buner, ke arah selatan lagi menuju ibukota Pakistan, Islamabad, setelah Washington menyebut kelompok itu sebagai ancaman bagi keberadaan Pakistan, negara yang bersenjatakan nuklir.
Pakistan menyatakan, lebih dari 1.930 militan dan 170 personel keamanan tewas, namun jumlah kematian itu tidak bisa dikonfirmasi secara independen.
AS mendukung ofensif militer Pakistan terhadap Taliban di Lembah Swat dan daerah-daerah baratlaut sekitarnya, yang diluncurkan pada akhir April setelah serangan-serangan sebelumnya yang menterlantarkan 1,9 juta orang.
Ofensif militer sebelumnya diluncurkan di distrik-distrik Lower Dir pada 26 April, Buner pada 28 April dan Swat pada 8 Mei. Ofensif itu mendapat dukungan dari AS, yang menempatkan Pakistan pada pusat strateginya untuk memerangi Al-Qaeda.
Swat dulu merupakan daerah dengan pemandangan indah yang menjadi tempat tujuan wisata namun kemudian menjadi markas kelompok Taliban.
Perjanjian yang kontroversial antara pemerintah dan ulama garis keras pro-Taliban untuk memberlakukan hukum Islam di sebuah kawasan di Pakistan baratlaut yang berpenduduk tiga juta orang seharusnya mengakhiri pemberontakan Taliban yang telah berlangsung hampir dua tahun.
Perdana Menteri Yousuf Raza Gilani mendesak rakyat Pakistan bersatu melawan kelompok ekstrim, yang menurutnya mengancam kedaulatan negara itu dan yang melanggar perjanjian perdamaian tersebut dengan melancarkan serangan-serangan.
Para pejabat PBB mengatakan, sekitar 2,4 juta orang mengungsi akibat pertempuran itu -- sebuah eksodus yang menurut kelompok-kelompok hak asasi merupakan perpindahan terbesar penduduk di Pakistan sejak negara itu terpisah dari India pada 1947.
Pakistan mendapat tekanan internasional yang meningkat agar menumpas kelompok militan di wilayah baratlaut dan zona suku di tengah meningkatnya serangan-serangan lintas-batas pemberontak terhadap pasukan internasional di Afghanistan.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009