"Didukung manajemen yang kuat dan berpengalaman, kami optimistis dapat berpartisipasi aktif dalam menumbuhkan ekonomi digital dan ikut mewarnai industri perbankan nasional," kata Direktur Utama Bank Jago, Kharim Siregar dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis.
PT Bank Jago Tbk (Bank Jago), sebelumnya bernama PT Bank Artos Indonesia Tbk (Bank Artos), Kamis (9/7), menyelenggarakan Public Expose Insidentil secara virtual, sebagai bagian dari proses penyebaran informasi kepada pemegang saham atas perkembangan kinerja dan kondisi perseroan, terutama setelah pelaksanaan rights issue.
Baca juga: Mendag: Pebisnis ritel perlu beradaptasi dengan ekosistem digital
Pada kesempatan itu manajemen juga memaparkan bisnis model dan rencana pengembangan bisnis bank ke depan.
Di awal pemaparannya, manajemen menjelaskan proses rights issue senilai Rp1,3 triliun telah selesai pada April 2020.
Pemegang saham pengendali, PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia (MEI) dan Wealth Track Technology Limited (WTT), telah melaksanakan haknya sehingga porsi kepemilikan masing-masing tetap sama yakni 37,65 persen dan 13,35 persen.
Keduanya menjadi pengendali dengan total kepemilikan 51 persen, sementara pemegang saham publik tercatat sebesar 49 persen.
Dengan tambahan modal hasil rights issue, Bank Jago naik peringkat ke Bank BUKU II dengan ekuitas Rp1,3 triliun dan aset senilai Rp1,8 triliun per April 2020. Per posisi Maret 2020 rasio kecukupan modal (CAR) tercatat 116 persen, loan to deposit ratio (LDR) sebesar 58 persen dan non performing loan (NPL) 2,09 persen.
Menurut Kharim, saat ini pihaknya tengah merampungkan bisnis model dan menyempurnakan aplikasi yang akan diluncurkan sebelum kuartal IV-2020.
Baca juga: Telkom berkomitmen percepat pembangunan ekosistem digital nasional
"Seiring berjalannya bisnis model Bank Jago, indikator kinerja perseroan saat ini tentunya nanti akan ikut berubah," kata Kharim.
Kharim menjelaskan, keputusan manajemen mendesain Bank Jago sebagai bank berbasis teknologi didasari pada kajian mendalam terkait pergeseran tren layanan keuangan digital dan penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari hari.
Menurut dia, disrupsi digital yang melanda hampir semua sektor ekonomi, termasuk sektor jasa keuangan, telah mengubah lanskap industri perbankan. Karena itu, kemampuan bank dalam beradaptasi dan memahami kebutuhan nasabah menjadi faktor kunci.
Cara pandang masyarakat terhadap layanan dan produk jasa keuangan juga berubah secara signifikan dalam lima tahun terakhir.
Puncaknya, ketika wabah COVID 19 melanda dunia, termasuk negeri ini. Pembatasan interaksi sosial dan jarak, untuk memutus rantai penyebaran virus, telah memaksa masyarakat untuk beradaptasi menggunakan teknologi digital dalam memenuhi kebutuhan sehari hari.
Kondisi luar biasa ini membuat layanan keuangan digital bukan lagi sekadar tren, tetapi sudah menjadi kebutuhan mendasar.
"Bagi kami, penerapan teknologi digital itu adalah sesuatu yang sangat penting, keniscayaan yang tak terhindarkan lagi. Tapi, ada yang jauh lebih penting dari itu. Yakni, memastikan penerapan teknologi digital dapat mendatangkan kebaikan dan memberikan manfaat yang sebesar besarnya untuk kita semua," kata Kharim.
Ia mengatakan, dalam melayani ekosistem digital, Bank Jago akan berkolaborasi dengan semua platform. Mulai dari platform e-commerce, aplikasi penyedia jasa transportasi, industri travel, online shop, hiburan hingga pembayaran digital dan fintech lending.
Selain itu, manajemen juga akan menyalurkan pembiayaan berbasis partnership dengan menyasar ekosistem fintech dan supply chain.
"Segmen yang kami sasar itu menengah dan mass market, yang sebagian besar merupakan pelaku UMKM. Kami tentu memiliki aspirasi untuk ikut mempercepat digitalisasi UMKM sehingga memiliki daya saing lebih baik lagi," kata Kharim.
Pewarta: Ahmad Buchori
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020