di beberapa kabupaten seperti Sukabumi masih kosong

Jakarta (ANTARA) - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemkes) RI Wiendra Waworuntu mengatakan obat antiretroviral (ARV) untuk orang dengan HIV/AIDS tersedia di fasilitas layanan kesehatan meskipun ada situasi pandemi COVID-19.

"Waktu itu lockdown juga India, tapi cuma terganggunya sekitar satu minggu setelah itu obat sudah dipenuhi sampai hari ini obat sudah tersedia di layanan," kata Wiendra dalam siaran virtual tentang Pelayanan Kesehatan bagi ODHA di Masa Pandemi COVID-19, Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan prinsipnya, obat harus tersedia dan setiap provinsi dapat memastikan ada layanan yang tetap terbuka untuk ODHA datang mengambil obat ARV.

Dia menuturkan dinas kesehatan provinsi dapat memastikan ketersediaan obat ARV bagi ODHA.

Memang saat pengambilan obat di fasilitas layanan kesehatan, ODHA tetap harus mengikuti protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19 seperti memakai masker dan menjaga jarak. Hal itu dikarenakan COVID-19 bisa menginfeksi siapa saja.

Baca juga: Kemkes ajak ODHA untuk tes viral load di Juli-September 2020
Baca juga: Patuhi protokol, ODHA minum obat ARV tak jamin terhindar dari COVID-19

Timotius Hadi dari Jaringan Indonesia Positif mengatakan tidak banyak permasalahan muncul terkait logistik atau ketersediaan obat ARV di Jakarta.

Namun, beberapa lokasi di daerah lain sempat mengalami gangguan ketersediaan obat ARV di awal pandemi COVID-19..

"Beberapa bulan lalu sempat kekosongan ARV, sekarang sudah normal tapi di beberapa kabupaten seperti Sukabumi masih kosong, itu masih sulit," ujarnya.

Timotius menuturkan mendapat keluhan dari ODHA di beberapa daerah yang harus datang berulang kali ke puskesmas untuk mendapat obat ARV dalam sebulan. Mereka hanya mendapat obat ARV untuk dikonsumsi selama dua pekan, sehingga dalam sebulan mereka harus dua kali berkunjung ke puskesmas padahal saat ini masih dalam situasi pandemi COVID-19.

Sementara jika di Jakarta, resep obat bisa untuk konsumsi dua bulan, sehingga cukup datang sekali dua bulan untuk mengambil obat ARV.

Baca juga: ARV satu-satunya obat yang direkomendasikan untuk pengidap HIV/AIDS
Baca juga: Stok tunggal obat ke pecahan akan pengaruhi kepatuhan ODHA

Selain itu, sejumlah ODHA juga terdampak secara ekonomi akibat pandemi COVID-19. Ada dari mereka yang kehilangan pekerjaan sehingga mereka kesulitan untuk pergi ke layanan kesehatan untuk mengambil obat ARV karena tidak memiliki ongkos untuk perjalanan ke fasilitas layanan kesehatan.

Dengan dampak COVID-19 terhadap ekonomi dan hilangnya penghasilan, Timotius menuturkan mereka tentu berada dalam kondisi psikologis dan kesehatan kurang baik.

"Kita tahu teman-teman HIV sangat rentan dibanding populasi umum karena mereka punya gangguan imunitas," tutur Timotius.

Baca juga: KPA-Yakeba Bali lakukan koordinasi terkait menipisnya stok ARV
Baca juga: Patuhi protokol, ODHA minum obat ARV tak jamin terhindar dari COVID-19

Dia mengatakan sampai 11 Juni 2020, ada sekitar 300-an ODHA yang terkena COVID-19, di mana diantaranya tiga orang meninggal. Hal itu menjadi kekhawatiran tersendiri bagi ODHA, sehingga mereka merasa cemas untuk berkunjung ke fasilitas layanan kesehatan.

Untuk meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya mematuhi protokol kesehatan, Timotius menuturkan pihaknya mengkampanyekan protokol kesehatan lewat media sosial seperti cara mencuci tangan yang benar, menjaga jarak dan imbauan untuk tidak berkumpul.

Dia mengatakan HIV dan COVID-19 merupakan masalah kesehatan bersama, untuk itu gotong royong dari seluruh elemen masyarakat sangat penting, dan diharapkan tidak ada lagi stigma terhadap penderita penyakit itu.

Baca juga: Indonesia AIDS Coalition: 140 ribu ODHA terancam tak dapat ARV
Baca juga: Jakarta targetkan bebas HIV-AIDS pada 2030

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020