Memang ada rapid test buatan kita sendiri yang harganya Rp75.000 per kali tesnya. Tapi ini belum ada di pasaran dan diperkirakan baru ada di bulan Agustus nanti

Balikpapan (ANTARA) - Pemerintah Kota Balikpapan masih mempelajari surat edaran Kementerian Kesehatan Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Rapid Test Antibodi yang menyebut
batas tertinggi tarif rapid test sebesar Rp150 ribu, mengingat bahan baku rapid test diperoleh dengan harga lebih dari harga yang ditetapkan pemerintah tersebut.

“Harga bahan bakunya saja sudah lebih dari Rp150 ribu. Ini klinik dan rumah sakit, termasuk swasta punya, masih punya bahan yang dibeli saat mahal-mahalnya itu,” kata Wali Kota Balikpapan, Rizal Effendi, di Balikpapan, Kamis.

Karena itu, menurut dia, bila harga itu ditetapkan sekarang maka sejumlah fasilitas kesehatan akan mengalami kerugian sebab bahan-bahan rapid test (tes cepat) saja sementara ini baru bisa didapat dengan harga lebih dari Rp150 ribu.

Balikpapan memiliki 30 fasilitas kesehatan berupa rumah sakit ataupun klinik yang bisa memberikan layanan rapid test. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, dr Andi Sri Juliarty, tidak ada satu pun dari fasilitas ini yang mendapatkan bahan baku tes di bawah harga Rp150 ribu untuk sekali tes.

“Memang ada rapid test buatan kita sendiri yang harganya Rp75.000 per kali tesnya. Tapi ini belum ada di pasaran dan diperkirakan baru ada di bulan Agustus nanti,” kata dr Juliarty.

Sementara itu, Kota Balikpapan hingga kini masih masuk dalam zona merah wabah COVID-19 dengan jumlah pasien positif terus bertambah. Gugus tugas mencatat per 7 Juli 2020 terdapat 240 terkonfirmasi positif dan sebanyak 71 pasien masih menjalani perawatan.

Zona merah adalah bila dalam satu kawasan ditemukan kasus hingga 50 kasus lebih, sementara bila di bawah 50 kasus adalah zona oranye.

Standar itu dibuat oleh Provinsi Kaltim, di mana sempat ramai karena Balikpapan dalam peta grafis di laman Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi Kalimantan Timur, diberi warna hitam. Konon hal tersebut sebab akumulasi kasus atau seluruh kasus yang terjadi di Balikpapan dikumpulkan.

“Kalau sekarang yang dilihat hanya kasus yang pasiennya masih dirawat di rumah sakit,” kata dr Juliarty.

Kepala Dinkes Balikpapan juga menjelaskan apa saja upaya menekan angka penambahan kasus terkonfirmasi positif di Balikpapan. Penyumbang terbesar saat ini adalah pekerja luar Balikpapan yang akan bekerja di Balikpapan atau Kaltim dan daerah lainya yang masuk melalui bandara atau pelabuhan.

“Jadi yang sudah kita lakukan itu terutama menggaungkan upaya pencegahan. Kemudian di rumah sakit ada upaya percepat penyembuhan, memperbaiki terapi bagaimana mereka bisa cepat sembuh. Ya semua harus dilakukan upaya pencegahan, upaya pengobatan, dan rehabilitasi,” jelasnya.

Di Balikpapan pasien terlama dirawat yakni 63 hari. “Sudah keluar dan sehat, dia dirawat di RS Tentara,” demikian dr Juliarty.

Pewarta: Novi Abdi
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2020