Medan (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Mahfud MD mengatakan proses reformasi yang telah berlangsung selama 11 tahun lebih di Indonesia masih belum membuahkan hasil.

"Buktinya, korupsi masih terjadi di mana-mana," kata Mahfud MD dalam temu wicara dengan tokoh masyarakat lintas profesi di Medan, Jumat.

Selama ini, kata dia, orde baru selalu dianggap sebagai "biangnya" korupsi sehingga perlu direformasi agar penegakan hukum lebih dapat dijalankan.

Namun, harapan itu masih belum terwujud meski proses reformasi telah berlangsung selama 11 tahun lebih. "Di setiap daerah masih banyak keluhan bahwa korupsi masih berjalan seperti dulu," katanya.

"Proyek yang seharusnya hanya bernilai Rp350 miliar tetapi bisa `membengkak` menjadi Rp1 triliun," katanya menambahkan.

Sedikitnya, kata Mahfud, ada tiga faktor yang menyebabkan proses reformasi masih belum berjalan dan praktik korupsi masih terjadi di seluruh daerah di Indonesia.

Pertama, kata dia, tujuan reformasi hanya untuk menjatuhkan kepemimpinan Soeharto padahal budaya korupsi itu sudah mengakar di seluruh aspek kehidupan.

Salah satu aspek yang paling banyak terjadi korupsi adalah birokrasi, sehingga menyebabkan potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi terhambat.

"Birokrasi kita `gila`, sampai sekarang pun masih korup," katanya.Mahfud mengaku sering menerima keluhan dari pemilik modal yang ingin menanamkan investasinya di Indonesia tetapi terbentur sulitnya birokrasi.

"Ada yang meminta bagian, ada yang menawarkan diri menjadi calo dan lain sebagainya," kata mantan Menteri Pertahanan itu.

Faktor kedua, menurut Mahfud, tidak adanya seleksi terhadap politisi yang ingin mengambil peran dalam sistem perpolitikan nasional.

Akibatnya, politisi lama yang memiliki mental korup masih memiliki peran perpolitikan nasional meski partai politiknya berubah.

"Namun, orang-orangnya itu-itu juga sehingga pembuat keputusan pun itu-itu juga," katanya.

Sedangkan faktor ketiga menurut Mahfud yang menyebabkan reformasi belum berhasil karena politisi yang baru tampil tidak memiliki visi ketika tampil dalam perpolitikan nasional.

Keadaan itu mengakibatkan para politisi baru itu mudah terkontaminasi dengan pola pikir dan perilaku kotor sebagian politisi yang bermental korup.

"Bahaya lagi, tidak sedikit dari mereka beranggapan bahwa korupsi harus bergantian," katanya.

"Akhirnya, mereka (politisi baru) juga melakukan korupsi ketika memiliki kekuasaan," kata Mahfud.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009