Sepanjang di lahan yang kedalaman gambutnya kurang dari 50 sentimeter ya. Tapi, kalau lahan yang digunakan itu kedalaman gambutnya lebih dari 50 sentimeter, saya tidak setuju.
Palangka Raya (ANTARA) - Peneliti Camp Laboratorium Alam Hutan Gambut Universitas Palangka Raya Kitso menyatakan setuju dan mendukung rencana pemerintah pusat untuk menjadikan Kalimantan Tengah sebagai lokasi lumbung pangan nasional melalui program 'food estate'.

"Sepanjang di lahan yang kedalaman gambutnya kurang dari 50 sentimeter ya. Tapi, kalau lahan yang digunakan itu kedalaman gambutnya lebih dari 50 sentimeter, saya tidak setuju," kata Kitso saat dihubungi di Palangka Raya, Kamis.

Menurut Dosen di UPR itu, sekalipun 'food estate' yang digunakan nanti berada di bekas proyek lahan gambut (PLG) satu juta hektare, tetap tidak semuanya bisa dijadikan lokasi menanam padi, sebab ada lahan gambut di bekas PLG tersebut yang kedalamannya melebihi 50 sentimeter dan sangat berbahaya bagi lingkungan apabila digunakan untuk menanam padi.

Baca juga: Presiden ke Kalteng tinjau Food Estate dan Posko Penanganan COVID-19

Kitso mengatakan jika tetap memaksa untuk menggunakan lahan dengan kedalaman gambut lebih dari 50 sentimeter, bencana alam seperti yang terjadi pada 1996-1997 bakal terulang. Bencana kabut asap yang sangat pekat akibat kebakaran hutan dan lahan, terus menerus terjadi.

"Lahan yang gambutnya dalam juga sebenarnya tidak efektif sebagai lokasi menanam padi. Yang ada justru menimbulkan bencana kebakaran hutan. Itu kenapa saya tidak setuju food estate di Kalteng apabila lokasinya berada di lahan dengan kedalaman gambut lebih dari 50 sentimeter," ucapnya.

Pria kelahiran Kabupaten Kapuas itu menyatakan bahwa proyek PLG sejuta hektare di masa pemerintahan Presiden Soeharto, masih berdampak buruk sampai saat ini di Kalteng. Hal itu terlihat dari kebakaran hutan dan lahan di Kalteng mayoritas berada di Kabupaten Pulang Pisau maupun Kabupaten Kapuas, yang berdekatan di lokasi proyek PLG tersebut.

Dia mengatakan kondisi air di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas sampai saat ini pun masih mengandung asam. Alhasil, sejumlah jenis ikan, terutama udang, sudah sangat sulit ditemukan di sungai yang ada di dua kabupaten tersebut.

"Saya waktu kecil, mencari udang di sungai itu sangat gampang. Coba kalau sekarang, jangankan mendapatkannya, melihat saja sudah sulit. Ya akibat lahan yang gambutnya dalam dieksploitasi," kata Kitso.

Baca juga: Fordayak dukung pengembangan 'food estate' di Kalteng

Dia menyarankan pemerintah pusat lebih bijak memilih lahan yang akan dijadikan lokasi 'food estate' di Kalteng. Jangan sampai kesalahan eks PLG sejuta hektare terulang kembali di 'food estate'.

"Kalau tidak bijak, bukannya jadi lumbung pangan nasional, tapi jadi bencana bagi Kalteng maupun Indonesia," demikian Kitso.

Pewarta: Kasriadi/Jaya W Manurung
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020