Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah tokoh aktivis antikorupsi meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membentuk tim independen untuk mengusut tuntas kontroversi kasus penahanan dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif.
"Kami meminta presiden untuk membentuk Tim Penyelidik Independen," kata juru bicara dan tokoh aktivis antikorupsi yang juga koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Danang Widoyoko, kepada wartawan di Kantor Imparsial di Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Jumat.
Selain itu, aktivis antikorupsi juga meminta Presiden untuk menonaktifkan pejabat-pejabat yang namanya disebut dalam transkrip rekaman untuk memudahkan pengusutan.
Apabila terbukti, ujar dia, maka pejabat tersebut harus diberhentikan dan diproses secara hukum.
Menurut Danang, penahanan yang dilakukan Mabes Polri terhadap dua pimpinan KPK nonaktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah mencederai rasa keadilan karena terlihat sangat dipaksakan.
"Sejak awal, proses hukum terhadap dua pimpinan KPK nonaktif Bibit dan Chandra sudah menunjukkan keganjilan. Tuduhan yang diarahkan kepada keduanya berubah-ubah," katanya.
Terkait dengan transkrip rekaman yang kini banyak dibincangkan, para aktivis antikorupsi mendesak aparat penegak hukum mengusut dugaan keterlibatan orang-orang yang disebut namanya dalam rekaman kontroversial tersebut.
Selain pernyataan sikap, para tokoh antikorupsi di kantor Imparsial juga menggelar aksi memakan roti buaya sebagai simbol dalam melawan gerakan kriminalisasi KPK.
Imparsial merupakan LSM yang terakhir kali dipimpin oleh Munir, aktivis HAM dan antikorupsi yang meninggal dunia karena diracun dalam penerbangan dari Indonesia ke Belanda pada 2004.
Para tokoh aktivis antikorupsi yang menyuarakan tersebut antara lain mantan anggota Komnas HAM MM Billah, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Teten Masduki, Koordinator Penelitian dan Pengembangan Kontras Edwin Partogi, dan pengamat hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra.
Sementara itu, di tempat terpisah, Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi mengatakan, tidak ada jalan lain kecuali mengambil langkah politik untuk membentuk tim khusus.
"Membiarkan kasus ini terus bergulir dan menjadi kontroversi hanya akan memperlemah kepercayaan publik pada institusi penegak hukum," kata Hendardi. (*)
Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009