"MK tidak ingin menjadi intervensionis bagi masalah yang bukan bidangnya," kata nya kepada wartawan di Gedung MK di Jakarta, Kamis.
Ucapannya itu dikekemukakan dalam kaitan dengan permohonan pimpinan KPK (nonaktif) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah agar MK memerintahkan Polri menghentikan penyidikan atau agar Kejaksaan Agung menolak berkas perkara yang melibatkan kedua orang itu.
Permohonan para pimpinan KPK (nonaktif) tersebut, ujar Mahfud, bukanlah termasuk dalam materi UU yang akan diujimaterikan tetapi sudah termasuk dalam materi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Mahkamah Konstitusi tidak boleh menghentikan perkara yang sedang berjalan," katanya.
Dalam putusan selanya, Kamis pagi, MK memutuskan tidak mengabulkan permohonan Bibit-Chandra agar Mahkamah memerintahkan Polri menunda pelimpahan perkara dan agar Kejaksaan Agung menolak pelimpahan perkara yang melibatkan Bibit-Chandra.
Namun, MK menyatakan pemberhentian pimpinan KPK ditunda sampai ada putusan akhir Mahkamah terhadap pokok permohonan.
Putusan itu juga berarti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak boleh mengeluarkan surat pemberhentian tetap sebelum perkara itu diputuskan oleh pengadilan.
MK berpandangan pemberhentian itu melanggar azas praduga tidak bersalah yang diakui dalam berbagai peraturan perundang-undangan maupun dalam instrumen hukum internasional.
Selain itu, ketentuan UU untuk memberhentikan kedua pimpinan KPK itu telah membuka peluang eksekutif melakukan intervensi terhadap KPK tanpa kontrol dari yudikatif karena pemberhentian secara tetap pimpinan KPK hanya membutuhkan keputusan Polri dan Kejagung yang berada di bawah kendali presiden. (*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009