PBB (ANTARA News/AFP) - Sidang Majelis Umum PBB, Kamis WIB, dengan suara bulat memutuskan mendesak diakhirinya embargo perdagangan Amerika Serikat terhadap Kuba yang diperintah rezim komunis itu.
Keputusan yang tidak mengikat itu mendapat dukungan dari 187 negara, mencakup hampir seluruh masyarakat internasional, dan hanya Amerika Serikat, Israel dan Palau yang menentang resolusi itu, sementara Mikronesia dan Kepulauan Marshall abstain.
Jumlah yang mendukung bagi diakhirinya embargo yang sudah berlangsung puluhan tahun itu terus meningkat sejak tahun 1992, ketika 59 negara menyetujui resolusi itu.
Pada tahun 2004 meningkat menjadi 179 negara, tahun 2005 naik menjadi 182 , tahun 2007 naik lagi menjadi 184 negara dan tahun lalu 185 negara.
"Embargo itu adalah kebijakan yang tidak masuk akal yang menyebabkan kekurangan pangan dan penderitaan. Tindakan itu adalah kebodohan, pelanggaran hak asasi manusia secara terang-terangan dan sistematis," kata Menteri Luar Negeri Kuba Bruno Rodrigeuz.
Ia mengatakan, walaupun ada tanda-tanda perbaikan hubungan AS-Kuba sejak terpilihnya Presiden AS Barack Obama tahun lalu, namun uba tidak melihat ada perubahan apapun dalam pelaksanaan blokade ekonomi, perdagangan dan keuangan.
Sebaliknya, Duta Besar AS untuk PBB, Susan Rice, membantah retorika yang disebutnya "terkenal menyakitkan" itu dan membela apa yang menurutnya itu adalah tindakan yang bertujuan mendesak rezim komunis itu mengizinkan kebebasan dasar.
"Perdebatan seperti itu tidak membantu apapun bagi rakyat Kuba," katanya dan menambahkan Washington menawarkan kepada Havana satu babak baru dalam hubungan mereka tetapi masih belum menerima jawaban.
Rice menolak pernyataan-pernyataan bahwa embargo AS itu menyebabkan kemiskinan melanda Kuba, dan mengatakan krisis ekonomi hampir tetap di negara itu disebabkan penguasaan pemerintah atas ekonomi dan masyarakat.
Sanksi-sanksi ekonomi, perdagangan dan keuangan AS diberlakukan 47 tahun lalu setelah gagalnya invasi Teluk Babi atas negara pulau Karibia itu oleh para warga Kuba di pengasingan dengan dukungan AS.
Sejak memangku jabatan Januari lalu, Obama berusaha meredakan ketegangan dengan tindakan-tindakan kecil seperti melonggarkan peraturan menyangkut kunjungan dan pengiriman uang ke pulau itu.
Tetapi sejauh ini, pemerintah AS belum melakukan tindakan penting dalam pendekatannya dengan rezim komunis yang masih ada di benua Afrika itu.
Juli lalu, kedua negara resmi memulai kembali dialog mengenai masalah-masalah migrasi yang terhenti sejak tahun 2003, dperundingan juga sedang dilakukan untuk memulai kembali pelayanan pos bilateral yang terhenti sejak tahun 1963. (*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009