Baghdad (ANTARA News/AFP) - Enam orang, termasuk tiga wanita, tewas dalam serangan-serangan di Baghdad dan Mosul, Irak utara, Rabu, kata polisi, tiga hari setelah 135 orang tewas dalam pemboman di ibukota Irak tersebut.
Tiga wanita tewas dan empat orang cedera ketika bom yang dipasang di sebuah minibus meledak di Kota Sadr, daerah berpenduduk Syiah di Baghdad.
Polisi mengatakan, pemboman itu terjadi pukul 15.30 (pukul 19.30 WIB) di distrik kumuh di Baghdad utara itu.
DI Mosul pusat, 350 kilometer sebelah utara ibukota Irak tersebut, tiga orang yang mencakup seorang prajurit tewas dan lima orang terluka dalam ledakan bom pinggir jalan yang ditujukan pada patroli militer, kata seorang polisi.
Serangan-serangan terakhir itu terjadi setelah dua ledakan bom mobil bunuh diri pada Minggu yang diklaim oleh Al-Qaeda menewaskan 135 orang dan mencederai lebih dari 500. Kedua pemboman itu ditujukan pada kantor-kantor pemerintah di dekat Baghdad pusat.
Pengamanan di Baghdad sejak itu diperketat. Polisi dan prajurit menjaga jalan dan jembatan yang tertutup untuk lalu-lintas kendaraan, sementara beberapa helikopter melakukan pengawasan dari udara pada Rabu.
Meski serangan-serangan di Irak secara keseluruhan menurun secara dramatis sejak tahun lalu, kekerasan di Mosul dan Baghdad terus berlangsung.
Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.
Pemboman di Baghdad dan di dekat kota bergolak Mosul tampaknya bertujuan mengobarkan lagi kekerasan sektarian mematikan antara orang-orang Sunni dan Syiah yang membawa Irak ke ambang perang saudara.
Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.
Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003.
Jumlah korban tewas akibat kekerasan di Irak turun hingga sepertiga menjadi 275 pada Juli, bulan pertama pasukan Irak bertanggung jawab atas keamanan di daerah-daerah perkotaan sejak invasi pimpinan AS pada 2003.
Kekerasan menurun secara berarti di Irak dalam beberapa bulan ini, namun serangan-serangan meningkat menjelang penarikan militer AS, dan 437 orang Irak tewas pada Juni -- jumlah kematian tertinggi dalam kurun waktu 11 bulan.
Perdana Menteri Nuri al-Maliki memperingatkan pada Juni bahwa gerilyawan dan milisi mungkin meningkatkan serangan mereka dalam upaya merongrong kepercayaan masyarakat pada pasukan keamanan Irak.
Sejumlah serangan bom besar dilancarkan pada bulan itu, dan yang paling mematikan adalah serangan bom truk pada 20 Juni di dekat kota wilayah utara, Kirkuk, yang menewaskan 72 orang dan mencederai lebih dari 200 lain dalam serangan paling mematikan dalam 16 bulan.
Serangan bom pada 24 Juni di sebuah pasar di distrik Syiah Kota Sadr di Baghdad timurlaut juga merupakan salah satu yang paling mematikan pada tahun ini, yang menewaskan sedikitnya 62 orang dan mencederai sekitar 150.
Namun, Maliki dan para pejabat tinggi pemerintah menekankan bahwa 750.000 prajurit dan polisi Irak bisa membela negara dari serangan-serangan yang dituduhkan pada gerilyawan yang terkait dengan Al-Qaeda dan kekuatan yang setia pada almarhum presiden terguling Saddam Hussein.
Hanya sejumlah kecil pasukan AS yang menjadi pelatih dan penasihat akan tetap berada di daerah-daerah perkotaan, dan sebagian besar pasukan Amerika di Irak, yang menurut Pentagon berjumlah 131.000, ditempatkan di penjuru lain.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009