Jakarta (ANTARA News) - Mantan anggota DPR RI Dudhie Makmun Murod membantah keterlibatan petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Tjahjo Kumolo dan Emir Moeis, dalam kasus dugaan aliran cek dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.
"Tidak benar Tjahjo Kumolo dan Emir Moeis memberi perintah kepada saya," kata Dudhie setelah menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu.
Dudhie tidak menjelaskan pernyataannya secara rinci. Dia juga menolak menjawab berbagai pertanyaan wartawan terkait kasus itu.
Bahkan, Dudhie tidak memberikan jawaban rinci tentang dugaan keterlibatan petinggi PDIP lain yang beinisial PN dalam kasus itu.
"Yang jelas saya hanya menyebut dua nama tadi," katanya.
Sebelumnya, Amie Karyatin, pengacara Dudhie mengatakan, dua petinggi PDIP berperan dalam kasus yang menjerat Dudhie sebagai tersangka.
"Ada instruksi dari ketua fraksi TJK, sekretaris fraksi PN," kata Amir ketika ditemui setelah mendampingi pemeriksaan Dudie Makmun Murod di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Amir menegaskan, Dudie hanya menjalankan tugas dari pimpinan Fraksi PDI Perjuangan di DPR untuk mendukung calon tertentu dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.
"Ini konsekuensi yuridis kepada komisi IX khususnya fraksi PDIP untuk mendukung MG," kata Amir.
Secara rinci, menurut Amir, Dudie pernah ditelpon oleh PN untuk mengambil sejumlah uang di sebuah restoran.
Dudie menerima uang itu melalui seorang perantara, namun atas nama PN. Menurut Amir, kliennya lupa nama perantara tersebut.
Uang itu kemudian diserahkan Dudie kepada EM, seorang petinggi PDI Perjuangan dan DPR RI. "Setiap amplop ada namanya," kata Amir tanpa menyebut jumlah yang dimaksud.
Amir hanya mengatakan, Dudie menerima jatah sepuluh lembar cek, masing-masing lembar bernilai Rp50 juta.
"Itu sudah dikembalikan saat penyelidikan," kata Amir menambahkan.
Dudie Makmun Murod adalah salah satu dari sejumlah tersangka dalam kasus itu. Tiga tersangka lain adalah Endin AJ Soefihara dan Hamka Yandhu yang pada saat kejadian menjabat sebagai anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR RI. Kemudian mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Udju Djuhaeri.
Dalam kasus itu, KPK juga telah memeriksa sejumlah anggota dan mantan anggota DPR, antara lain Nurdin Halid, MS. Hidayat, Achmad Hafiz Zawawi, TM. Nurlif, Baharuddin Aritonang, dan Daniel Tanjung.
Kasus aliran cek itu berawal dari laporan mantan anggota DPR Agus Condro. Politisi PDI Perjuangan itu mengaku menerima cek senilai Rp500 juta setelah pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 2004 yang dimenangkan oleh Miranda S. Goeltom.
Menurut Agus, sejumlah anggota DPR juga menerima cek serupa.(*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009