Kepala Bidang Manajemen dan Fasilitasi Industri Hijau Kemenperin, Emmy Suryandari menyatakan bahwa akibat pandemi Covid-19 pertumbuhan ekonomi dan industri pengolahan non-migas triwulan 1 tahun 2020 telah terjadi kontraksi yang cukup dalam jika dibandingkan dengan kondisi industri di triwulan 1 tahun 2019.
"Pertumbuhan industri pengolahan non-migas di triwulan 1 tahun 2019 sebesar 4,80 persen, sementara di triwulan 1 tahun 2020 turun menjadi 2,01 persen," kata Emmy dalam webinar yang diselenggarakan oleh Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Selasa.
Berdasarkan data Kemenperin, beberapa industri yang masih mengalami pertumbuhan di masa pandemi Covid-19 saat ini antara lain industri kimia, farmasi, dan obat tradisional, industri alat angkutan, hingga industri kertas.
Akan tetapi data juga menunjukkan ada banyak industri yang mengalami minus pertumbuhannya. Antara lain seperti industri karet, tekstil, barang logam, elektronik, barang galian bukan logam, furniture, industri mesin dan perlengkapan, dan lain-lain.
"Nah ini menjadi prioritas Kemenperin untuk tetap menggenjot industri-industri itu, karena seperti kita tahu industri jadi penggerak utama roda ekonomi nasional, dimana kontribusi terhadap PDB paling besar itu dari industri manufaktur," ujar Emmy.
Dan sejumlah upaya yang akan dilakukan oleh Kemenperin sebagai upaya penanggulangan dampak negatif Covid-19, antara lain dari sisi sumber daya manusia (SDM) dimana Kemenperin akan melaksanakan pelatihan Energy Management System untuk SDM di beberapa industri.
Lalu dari sisi pendanaan Kemenperin sedang menyusun naskah insentif industri hijau, dimana salah satu indikatornya adalah pencapaian efisiensi di industri, termasuk apakah di industri tersebut sudah menerapkan Energy Management System.
Dari sisi kebijakan, Kemenperin sedang melakukan penyusunan guideline (sistem manajemen energi sektor industri, panduan untuk replikasi efisiensi energi, dan sebagainya). Lalu penyusunan peraturan menteri perindustrian (permenperin) terkait manajemen energi. Serta penyusunan profil pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) di sektor industri.
"Mengapa harus menerapkan sistem manajemen energi? Karena sebagian besar efisiensi energi di industri dicapai melalui perubahan pada pengelolaan energi pada fasilitas industri, daripada instalasi teknologi-teknologi baru," tutur Emmy.
Di kesempatan yang sama, Direktur Konservasi Energi Ditjen EBTKE, Hariyanto mengakui bahwa di masa pandemi Covid-19 ini angka Purchasing Managers Index (PMI) Indonesia di industri manufaktur sangat turun di sekitar 25-26, yang sebelumnya menyentuh angka 50.
Hal tersebut katanya mengindikasikan bahwa sektor industri di Tanah Air tidak berkembang, karena mengalami kesulitan terkait dengan permintaan, kemudian tenaga kerja, kemudian bahan baku, hingga transportasi untuk barang-barang yang diproduksi.
"Saya yakin di masa pandemi ini masih ada upaya yang bisa kita lakukan, untuk meningkatkan performa dari industri maupun fasilitas penggunaan energi," tukas Hariyanto.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2020