Mineirazo meninggalkan trauma mendalam bagi pasukan Selecao, yang kemudian menelan kekalahan 0-3 melawan Belanda dalam laga perebutan tempat ketiga empat hari kemudian.
Tiga gol tambahan dari Belanda, membuat 14 gol bersarang ke gawang Brazil dan membuat mereka jadi tuan rumah dengan jumlah kebobolan terbanyak sepanjang sejarah Piala Dunia.
Trauma di atas lapangan menjalar ke luar lapangan. Di Rio de Janiero acara nonton bareng semifinal kontra Jerman berubah menjadi pembakaran sejumlah bus dan penjarahan sejumlah toko, sedangkan di Sao Paulo sejumlah bendera Brazil dibakar bahkan sebelum pertandingan usai.
Menanggapi kekalahan telak kontra Jerman, legenda Brazil Pele berusaha melihatnya dengan kacamata penuh kebijaksanaan.
"Saya selalu bilang sepak bola adalah kotak yang penuh kejutan. Tak seorang pun di dunia ini meramalkan hasil ini," cuitnya lewat Twitter pribadinya, @Pele.
Baca juga: Truma itu tak akan hilang, kata Scolari
Sementara itu pelatih kepala Brazil, Luis Felipe Scolari, dengan berat hati mengakui bahwa itu menjadi kekalahan terburuk dan mengaku bertanggung jawab penuh atas hasil tersebut.
"Ini sebuah kekalahan. Sebuah bencana, kekalahan yang buruk. Ya, kekalahan terburuk sepanjang sejarah tim nasional Brazil," kata Scolari sebagaimana dikutip dari laporan The Guardian pada 9 Juli 2014.
"Hasil ini dirasakan bersama dan para pemain mungkin akan bilang kami menanggung kekalahan ini bersama, tetapi siapa yang memilih taktik? Saya. Jadi sayalah orang yang paling bertanggung jawab," ujarnya menambahkan.
Selepas turnamen, Scolari langsung mundur dari tenor kedua jabatannya sebagai pelatih kepala Brazil itu.
Baca juga: Prediksi Brasil vs Argentina, trauma Mineirazo dan penantian "Messiah"
Brazil baru bisa sedikit menghapuskan dampak trauma Mineirazo lima tahun kemudian, ketika mereka mengalahkan Argentina 2-0 di semifinal Copa America 2019 sebelum menjuarai turnamen Amerika Latin tersebut.
Pun demikian, laiknya Maracanazo, Mineirazo adalah sesuatu yang kekal dalam catatan sejarah sepak bola dunia dan ingatan setiap warga Brazil, baik yang menyaksikan langsung di stadion maupun dari layar kaca.
Warga Brazil tentu akan memilih menghapuskan Mineirazo dari ruang ingatan mereka, tapi itu semua harus menunggu sampai kemajuan teknologi mengizinkan, entah kapan.
Baca juga: 44 tahun silam, penalti Panenka lahir berbuah trofi Euro Cekoslowakia
Baca juga: Kala trofi NBA diboyong ke ibu kota Amerika Serikat 42 tahun silam
Baca juga: Kisah trofi Eropa pertama dan terakhir klub Yugoslavia 29 tahun silam
Editor: Bayu Kuncahyo
Copyright © ANTARA 2020