"Longsor 1980 dipicu curah hujan tinggi dalam beberapa hari, sedangkan bencana awal Oktober 2009 dipicu getaran gempa 7,9 skala Richter (SR) yang terjadi Rabu (30/9) dan dilanjutkan hujan deras," kata Revino (50) warga Maninjau kepada ANTARA di Maninjau, Selasa.
Bencana pada awal Oktober 2009 menyebabkan ratusan rumah dan bangunan pada tiga kampung yakni Jorong Pandan, Galapuang, Batu Nanggai dan Muko Jalan, rusak berat serta roboh dan tertimbun tanah bercampur bebatuan dan kayu glondongan.
Selain itu, belasan rumah dan kendaraan diseret longsor hingga masuk ke dalam Danau Maninjau. Akibat bencana ini, hingga kini lebih 1.000 warga dari empat jorong itu masih mengungsi ke posko utama di lapangan Sungai Batang yang berada di jorong tetangga daerah itu.
Akan tetapi, menurut Revi, longsor pada 1980 jauh lebih parah menimpa jorong-jorong tersebut, termasuk menyebabkan sekitar 50-an korban meninggal dunia, sehingga pemerintah kabupaten melarang warga bermukim kembali di kampung-kampung tersebut.
Warga jorong-jorong yang hancur itu selanjutnya mengikuti program transmigrasi ke Sitiung, Kabupaten Sijunjung dengan meninggalkan kampung mereka yang dinyatakan sebagai daerah dilarang untuk dihuni.
Akan tetapi beberapa tahun setelah itu, ada warga yang telah bertransmigrasi lokal itu kembali pulang ke Maninjau dan diikuti warga-warga lainnya yang kemudian kembali membuat pemukiman di jorong-jorong yang sebelum telah dilarang untuk ditempati.
Kedatangan warga termasuk dari daerah transmigrasi semakin bertambah, sehingga jorong-jorong itu kembali hidup sebagai kawasan pemukiman penduduk setelah lama tak dihuni.
Namun, pada awal Oktober 2009, tanah longsor kembali terjadi dan melanda empat jorong tersebut dan kembali membuat penghuninya harus meninggalkan kampung untuk pergi mengungsi.
Atas bencana yang kembali terulang itu, banyak warga dari jorong-jorong itu kini pasrah, termasuk jika mereka kembali diikutsertakan dalam program transmigrasi lokal (dalam satu provinsi).
"Kini daerah kami dilarang pemerintah untuk kembali ditempati, dan tersiar rencana transmigrasi buat kami. Kami akan terima jika itu untuk keselamatan dan kembali harus meninggalkan kampung halaman untuk ke dua kalinya," kata Syaf warga jorong terkena longsor yang kini masih dalam posko pengungsian.
Kabupaten Agam, merupakan daerah terparah ke tiga di Sumbar yang terkena gempa 7,9 SR diikuti tanah longsor.
Akibat bencana ini, sebanyak 80 warga Agam meninggal dunia, 90 orang luka berat dan 47 orang luka ringan. Bencana tersebut juga menyebabkan 12.634 unit rumah warga rusak berat, 3.653 unit rusak sedang dan 2.862 unit rusak ringan.
Kerugian materi akibat gempa dan tanah longsor di Agam ditaksir mencapai Rp460 miliar.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009