Semarang (ANTARA) - Peneliti Oseanografi LIPI Yustian Rovi Alfiansah menilai kualitas air yang selalu terjaga dalam sistem budi daya udang dapat menekan biaya produksi serta menghindari kegagalan yang harus dihadapi pemilik tambak.

"Proses budi daya udang dapat ditingkatkan dengan pembentukan bioflok, pembuangan lumpur, serta pemeliharaan kualitas air tambak," kata Rovi dalam siaran pers tentang hasil penelitian tersebut di Semarang, Senin.

Peneliti LIPI yang sedang menyelesaikan pendidikannya di Jerman tersebut melakukan penelitian terhadap dua sistem budi daya udang, yakni intensif dan semi intensif, di Kabupaten Rembang.

Menurut dia, dari kedua sistem budi daya tersebut diketahui bahwa petambak udang tidak mengganti air tambaknya selama satu siklus panen.

Dari hal tersebut, lanjut dia, ditemukan beragam bakteri menguntungkan selama proses budi daya udang.

Baca juga: Pengamat: Kaji dampak konversi hutan ke budi daya udang
Baca juga: Menteri Edhy: Budi daya udang bakal ciptakan banyak lapangan kerja

Di samping itu, menurut dia, didapati juga penyakit berak putih pada udang yang muncul saat tingkat keasaman air menurun.

Solusi yang bisa dilakukan untuk menghadapi permasalahan tersebut, kata dia, antara lain dengan menambah kapur pada air tambak serta membuang lumpur secara berkala ke kolam penampungan lumpur.

Selain itu, kata dia, perlu pula menambahkan air laut yang sudah diproses atau diklorinasi untuk menjaga kualitas air.

Ia juga menyarankan agar petambak menambahkan molase atau tetes tebu ke dalam tambak untuk meningkatkan keberadaan pakan alami serta menjaga struktur komunitas bakteri yang menguntungkan.

Baca juga: FKPA sebut anomali air laut di Pesibar bahaya bagi budi daya udang
Baca juga: KKP kaji sistem budi daya udang ramah lingkungan
Baca juga: KKP uji coba teknologi Microbubble budi daya udang Vaname

Pewarta: Immanuel Citra Senjaya
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020